Hari demi hari dilalui dengan sukacita tanpa terasa satu bulan telah berlalu. Sudah saatnya Azura harus dipulangkan keasalnya. Aurella dengan tiba – tiba memeluk iblis kecil yang sudah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri.
“Ada apa Ibu?”
“Kamu harus pulang ke asalmu, nak.”
Aurella menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
“Ibu akan mengantarkanmu ke gerbang dimensi. Kamu pamit dulu dengan Luciel dan Kaela, ya."
Azura terpaku diam.
Sudah berapa lama aku tinggal disini, astaga Ayah dan Ibu pasti sedang mencariku.
Batin iblis yang sudah mulai beranjak remaja itu.
“Baik ibu,”
Gadis iblis itu mencari Luciel di kamarnya. Namun nihil. Kemudian ia mencari ke taman belakang rumah dan menemukan Luciel yang sedang memetik buah anggur.
“Luciel, Aku pamit.”
Luciel mendengar suara halus di belakangnya. Luciel melihat sosok Azura disana.
“Mau kemana?”
“Aku akan pulang ke asalku.”
Wajah Azura memerah menahan tangis. Tak terasa air mata mengalir di pipinya. Luciel yang mendengar hal itu terdiam. Hatinya sedih. Luciel tidak ingin Azura pergi. Lalu, kedua makhluk itu berpelukan sepeti teletubis. Air mata, isak tangis, dan rasa sedih diluapkan agar tidak menyesakkan hati.
“Semoga kita bertemu lagi di masa depan,”
Gadis iblis itu menyapu jejak air mata diwajahnya. Luciel mengangguk pelan.
“Sampaikan salamku untuk Kaela. Dia adalah teman baikku. Aku berterimakasih karena ia mau berteman denganku dan melakukan banyak hal seru bersama.”
Luciel mengangguk. Lalu ia menangkup wajah mungil Azura dengan kedua tangannya.
“Baik – baik disana, ya”
“Iya!”