Sosok bertudung hitam itu berjalan diantara kegelapan. Langkah kakinya terhenti disebuah bangunan yang disebut istana iblis. Luciel memincingkan matanya, disana terdapat dua iblis besar raksasa berkepala banteng. Mata kedua iblis itu seperti cctv di dunia manusia.
Pemuda itu memutuskan mencari pintu lain yang mungkin dapat dilaluinya tanpa menarik perhatian prajurit istana. Pemuda itu memejamkan matanya lalu membuka matanya dengan cepat, ia menggunakan kekuatan “Pengelihatan Iblis” yang ia miliki.
Istana Iblis memiliki empat pintu, masing – masing pintu di jaga oleh iblis kua
Luciel terus memindai keadaan,
Pintu sayap kanan dijaga oleh dua iblis berukuran kecil namun memiliki kekuatan yang besar. Luciel segera melesat ke daerah tujuannya.
“Hei! Aku mau mengambil sedikit camilan dan minuman untuk kita berdua. Kau jaga sendiri gapapa?”
Ujar salah satu penjaga di pintu sayap kanan.
Bingo
Luciel segera memperhatikan dengan seksama wujud dari iblis penjaga itu.
“Baiklah! Bawa camilan yang banyak.”
Ujar penjaga yang lain.
Lalu penjaga yang memiliki rambut merah panjang itu bergegas masuk ke dalam istana. Sedangkan penjaga yang satu laginya tetap menjaga dengan malas.
“Hei sudah kembali saja?”
Ujar penjaga itu kepada sosok yang menyerupai “teman” nya.
“Mana camilannya?”
“Oh aku lupa ambil camilannya hehe!”
“Dasar dungu!”
“Yaudah aku kembali masuk dulu ya ke dalam.”
Luciel yang mengubah wujudnya menjadi penjaga memasuki istana dengan mulus tanpa dicurigai siapapun. Istana iblis di dominasi oleh warna hitam dan merah, suasana suram dan remang mendominasi. Luciel segera mengubah wujudnya menjadi seorang prajurit iblis.
Luciel memasuki istana dan secara tidak sengaja mendengar dua orang prajurit yang sedang berbincang - bincang.
“Hei! Menurutmu nona Azura itu menyebalkan ga sih?”
Ujar prajurit iblis dengan rekannya. Luciel menyenderkan badannya dan menguping pembicaraan kedua iblis itu.
“Benar sekali! Ingat ga waktu dia membela seorang iblis yang menikah dengan manusia? Benar – benar menjijikan!”
Luciel langsung memahami kondisi Azura di istana itu. Ternyata dia kurang disukai oleh rakyatnya.
“Hei – hei! Di lorong istana sedang ricuh riuh! Katanya Nona azura ingin membunuh Putri Scubus!”
Ujar seorang prajurit istana dengan tergesa – gesa. Luciel yang mendengar hal itu terkejut kaget.
“Saat ini pesta ulangtahun raja dibubarkan”
Luciel dengan cepat melesat mencari lorong istana. Saat sampai di lorong istana pria itu melihat Azura yang berdiri dengan tatapan kosong.
Deg
Pemuda itu merasa degup jantungnya yang berdetak tidak karuan. Melihat wajah Azura membuat perasaannya campur aduk. Kesal, marah, dendam, lega semua menjadi satu. Luciel mengeraskan hatinya. Luciel melihat seorang pemuda berambut hitam legam dan bermata merah mendatangi Azura lalu memeluk gadis itu lembut. Luciel merasa tidak suka melihat hal itu.
“Besok kau akan diadili oleh tetua istana mengenai semua perbuatanmu, Azura.”
Tetua istana, keluarga bangsawan iblis, dan rakyat mengecam hal itu. Sebagai seorang putri kerajaan, seharusnya Azura menjaga sikapnya. Semalam penuh gadis itu hanya merenung, mengapa takdirnya terasa pahit. Sosok bertudung hitam memerhatikan gadis itu dari kejauhan.
Esok hari adalah hari Azura diadili. Azura mengenakan pakaian serba hitam, gadis itu memasuki aula istana yang dihadiri petinggi, tetua, bangsawan iblis, serta perwakilan rakyat yang unjuk rasa akan kehadiran Azura yang bertengangan dengan kodrat iblis.
“Saudari Azura, Mengenai sikap mu yang bertentangan dengan kodrat iblis dan juga niat mu untuk membunuh saudaramu sendiri yaitu nona Scubus. Kau dijatuhi hukuman diasingkan dari dunia iblis.”
Gadis berambut merah terang yang berada di pojok aula tersenyum puas begitupun dengan Ayah gadis itu. Ulizha, Ibu Azura, menangis tersedu – sedu karena putri semata wayangnya akan dibuang dari dunia iblis.
Azura terpukul dengan kenyataan yang berada didepannya.
Mengapa? Kenapa semuanya begini?