Anak-anak Surya : kisah anak bangsawan dan nostalgia 90an

Alwinn
Chapter #16

Sebuah Sejarah Di Rental OJak dan Pengalaman Traumatis






Ilustrasi: suasana di Rental Ojak.

 

Seperti Batcave milik Batman, Rental Ojak adalah markas rahasia barudak Suryalaya kalau lagi banyak duit atau malas ngaji. Di hari Minggu, aku, Hilal dan Abuy, Puja, dan Akbar berkumpul di Rental Ojak. Kami berlomba-lomba datang paling pagi supaya dapat menyewa bilik PlayStation paling kinclong, dengan joystick terbaik yang tak balelol. Seandainya kita bangun kesiangan, kita harus pasrah dapat kaset macet kayak  atau jamedud (badmood) seharian karena berjam-jam nunggu bocah lainnya kelar. Kulihat Okeb, dan Piyan sudah stay tune di sana. Si Okeb yang bodoh di pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Sunda, begitu terampil saat main game bola, Winning Eleven. Siapa berani lawan dia, dipastikan mati konyol. Dibantai 10-0. Di samping Okeb, tingkah Piyan lebih random lagi. Piyan berjualan cheat komplet GTA yang dia jual lima ratusan per lembar. Anak-anak mengantri membelinya. Otak bisnisnya memang edan. Bocil-bocil penasaran, merasa tercerahkan akan selembar mantra hasil foto copy-an yang mencerahkan.

Rental Ojak tempatnya ada di lantai dua, sedangkan lantai satunya tempat keluarga besarnya tinggal. Ruangannya tak terlalu besar, tapi cukup nyaman buat nongkrong. Di dindingnya yang berwarna putih, melekat sebuah papan kayu yang berisi beragam kaset PlayStation dan PlayStation 2 yang sering direbutkan anak-anak. Total, ada lima buah console: dua buah Playstation 2, dan tiga buah Playstation. Kualitas PS-nya masih cukup bagus, meskipun terkadang seringkali joystick rusak— analognya diputer-puter, dilinting, digusruk oleh bocah-bocah bedebah yang main dengan gemuruh nafsu.

Sebagai seorang sarjana, marketingnya lumayan. Ojak ngasih kupon buat bocah maniak game. Kupon kertasnya bisa ditukar waktu main tambahan, di rentalnya Ojak juga membuka warkop mini yang menjual mie instan, secangkir kopi, dan kupon diskon belanja di Ojak Shop. Sambil menyelam, minum kuah Indomie, mungkin itu prinsip hidup Bang Ojak yang berkelas.

 

"Jak, yeuh, aku mainnya pake tiket surga." Akbar menyerahkan selembar kupon berwarna putih.

"Okay, kamu dapat bonus main selama satu jam!" kata Ojak kalem.



Ilustrasi: Akba. Puja, dan Ojak.

 

Hilal teramat berbahagia ketika melihat spot favoritnya masih kosong. "Alhamdulilah, dapat jatah yang bagus!" Hilal sujud syukur. Dia dapat tempat dipojokan, sedangkan aku bermain PS2 di sebelahnya. Berselang lima menit kemudian, datanglah Puja dan sepupunya, Akbar, main PS di sampingku. Penampilannya begitu rapi, bersih, harum wangi semerbak aroma sampo Kodomo. Aromanya beda jauh denganku yang dekil, kucel, bau dahdir, dengan sisa-sisa cileuh yang masih menempel di sela-sela mata. Demi jadi number one, say no to mandi. Semakin siang, Rental Ojak semakin ricuh, bising seperti kandang komodo. Jeritan "goal" yang keras, berpadu dengan suara bantingan Smackdown, hingga melodi-melodi Guitar Hero yang rock n roll.  

Ahmad, Beng, Al, Benny, Tio, dan Okeb, telah datang ke Rental Ojak. Semakin siang, rental PlayStation jadi semakin padat. Satu console bisa diantri lima anak, tapi di saat Beng yang main, siap-siap aja ngantri sampai magrib sampai nundutan. Bersama Ahmad, dan follower setianya, Beng bakal memainkan Smackdown: Here Comes The Pain sampai puas. Dengan hadirnya colokan eksternal, satu PlayStation bisa dimainkan enam orang. Sebenarnya, Beng, dan Al memiliki Playstation di rumahnya, tapi ibarat makan mie di warkop, main game di rental PS punya sensasi kenikmatan tersendiri.


Ilustrasi: Tio dan Hilal. Tio adalah bestie Hilal di SD Surialaya, mereka sering main bareng. Mulai dari main PS, ikut lomba panjat pinang, dan ngadu layangan.

Lihat selengkapnya