Sword Knight: Mount Neomir

Baggas Prakhaza
Chapter #1

Bayangan Masa Lalu

Galaxy terbangun dari mimpi buruknya, napasnya terengah-engah. Dalam kegelapan malam, ia merasakan jantungnya berdegup kencang, seolah-olah masih terjebak dalam mimpi yang penuh dengan ketakutan. Ia tahu, di dalam mimpinya, ada sesuatu yang mengganggu, sebuah kenangan kelam yang tak pernah bisa ia lupakan. Ia menggenggam tepi selimutnya, merasakan dingin menyentuh kulitnya.

Mimpi itu datang lagi, kembali membawa Galaxy ke masa lalu—ke saat ia masih kecil dan tak mengerti betapa berbahayanya kekuatan yang terpendam dalam pedang warisan keluarga Azura. Dengan perlahan, kenangan itu mengalir dalam benaknya, penuh dengan detil yang begitu hidup.

Di dalam mimpi, Galaxy melihat dirinya sendiri sebagai bocah kecil yang penuh rasa ingin tahu. Ia berdiri di dalam gudang tua di belakang rumah, tempat di mana pedang warisan keluarga disimpan. Ada aura misterius yang mengelilingi pedang itu, menyilaukan mata kecilnya. Dalam keingintahuannya, ia melangkah mendekat, matanya terpaku pada pedang yang berkilauan.

Ketika ia menjulurkan tangan kecilnya dan memegang pegangan pedang, rasa bergetar menyentuh telapak tangannya. Dalam sekejap, aura hitam menyelimuti tubuhnya, dan Galaxy merasakan kekuatan yang luar biasa, tetapi juga menakutkan. Kristal merah yang terpasang di dekat pegangan pedang bersinar dengan terang, seakan memanggilnya. Tanpa berpikir panjang, ia meraih kristal itu, dan seketika, semua berubah.

Dalam sekejap mata, Galaxy yang kecil itu terhanyut dalam gelap. Ia berubah menjadi sosok yang mengerikan, dengan aura hitam mengelilinginya. Matanya yang dulu cerah kini berubah menjadi merah menyala, penuh dengan kebencian dan kekuatan yang tak terkontrol. Ia merasa seolah-olah memiliki dunia di ujung jarinya, tetapi juga merasa kehilangan kendali sepenuhnya.

Saat itu, kedua orang tua dan adiknya, Rina, memasuki gudang dengan panik. Ayah Galaxy, seorang prajurit terhormat, segera menyuruh istrinya dan Rina untuk menjauh secepat mungkin. “Jangan dekat-dekat!” teriaknya dengan suara penuh ketakutan. Namun, sudah terlambat.

 

Lihat selengkapnya