Malam semakin larut. Suara jangkrik yang riuh memenuhi udara malam, mengiringi perjalanan panjang Galaxy dan Davina di tengah hutan yang semakin gelap. Meski dingin mulai merayap, Galaxy tampak tak terpengaruh sedikit pun, berjalan tenang dengan wajah tersembunyi di balik topi jeraminya. Namun, di sampingnya, Davina mulai menguap berulang kali, matanya terlihat berat, menandakan kelelahan yang tak bisa ia sembunyikan.
Galaxy menghentikan langkahnya dan melirik Davina yang berjalan limbung, nyaris tersandung akar pohon. Dengan sedikit rasa enggan, ia berkata, “Baiklah, kita istirahat di sini. Aku akan membuat api unggun. Kau tunggu saja di situ.” Tanpa menunggu jawaban, Galaxy segera memungut ranting-ranting kering dan menyusun kayu untuk menyalakan api.
Davina, yang memang sudah sangat lelah, mengangguk pelan sambil mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Sementara itu, Galaxy dengan cekatan menggesekkan batu api, hingga tak lama kemudian nyala api unggun mulai memancar hangat, menciptakan kilatan oranye yang menari-nari di antara bayang-bayang pepohonan. Setelah api menyala, Davina langsung merebahkan dirinya di dekatnya, tertidur dalam sekejap dengan kepala bersandar pada batang pohon besar.
Galaxy, meski tubuhnya terasa lelah, tetap waspada. Ia duduk bersandar pada pohon yang sama, namun dengan posisi yang memungkinkan dirinya tetap terjaga. Matanya yang tersembunyi di balik topi jeraminya memandang ke arah gelap hutan di sekeliling mereka. Tangannya dengan kuat menggenggam gagang pedang yang ia letakkan di pangkuannya. Meski tertidur, instingnya sebagai pendekar tetap bekerja, selalu bersiap untuk kemungkinan bahaya yang mungkin datang kapan saja.
Keesokan harinya, ketika fajar mulai memecah kegelapan, Davina terbangun oleh suara gemerisik di kejauhan. Ia mengucek matanya yang masih berat dengan kantuk, lalu menoleh dan melihat Galaxy membawa seekor rusa yang sudah terburu untuk dijadikan makanan pagi mereka. “Kau bangun tepat waktu,” ucap Galaxy dengan nada datar, sembari menyiapkan daging rusa itu untuk dimasak. Davina, yang sangat kelaparan, tersenyum lebar.
“Aku tidak menyangka kau bisa berburu secepat itu,” katanya riang sambil mendekat. Setelah daging rusa selesai dimasak, aroma gurih menyebar di sekitar mereka, mengundang rasa lapar semakin menjadi. Mereka makan bersama, meski dengan cara yang sangat berbeda—Davina menikmati setiap gigitan dengan penuh antusiasme, sementara Galaxy tetap tenang dan dingin, mengunyah dengan sikap yang acuh. Meski begitu, jelas bahwa makanan tersebut mengisi tenaga mereka untuk melanjutkan perjalanan panjang.
Setelah selesai makan dan membereskan peralatan mereka, perjalanan dilanjutkan. Keduanya berjalan melalui hutan yang semakin dalam. Langkah Galaxy tetap cepat dan mantap, sementara Davina tetap mengikuti di sampingnya dengan semangat yang tak pernah padam. Namun, setelah berjalan beberapa jam, sesuatu yang tak terduga terjadi.
Di kejauhan, terdengar suara teriakan minta tolong. Galaxy melirik sekilas ke arah suara itu, namun tetap melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan. Baginya, urusan orang lain bukanlah prioritasnya. Namun, Davina langsung bereaksi berbeda. Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju sumber suara tersebut, meninggalkan Galaxy yang berdiri di tempat, mengamati dengan pandangan datar.