Saat Lilya sedang berkonsentrasi membaca bahasa kuno di dalam gua, suasana di sekitarnya terasa semakin mencekam. Suara angin yang berdesir perlahan terdengar samar-samar di sela-sela ukiran dinding gua yang menjulang. Cahaya lentera yang redup memberikan bayangan yang bergerak-gerak, seolah ada makhluk yang mengintai dari setiap sudut gelap gua tersebut. Lilya berusaha tetap tenang, mencoba memahami tulisan kuno yang terukir di batu, sementara Alios berdiri di sampingnya, berjaga-jaga dengan tatapan waspada.
Namun, di sudut lain gua itu, Galaxy dan Davina mulai merasakan sesuatu yang aneh. Suara jeritan seorang wanita tiba-tiba menggema dari dalam gua, memecah kesunyian. Jeritan itu penuh dengan kepanikan dan ketakutan, membuat Davina segera menoleh ke arah Galaxy dengan mata terbelalak.
“Kau mendengar itu?” tanya Davina, suaranya penuh kekhawatiran.
Galaxy, yang juga mendengar jeritan itu, segera memberi perintah, “Alios, tetap di sini dan jaga Lilya. Pastikan dia bisa menyelesaikan terjemahan itu. Kita akan memeriksa sumber suara ini.”
Alios mengangguk tanpa ragu. Ia tahu bahwa Lilya masih perlu waktu untuk menyelesaikan terjemahan bahasa kuno yang penting ini. Dengan tatapan serius, Alios memasang panah di busurnya, siap menghadapi apa pun yang datang, sementara Lilya terus berkonsentrasi pada ukiran-ukiran tersebut.
Galaxy dan Davina segera berlari lebih dalam ke dalam gua, suara langkah kaki mereka menggema di sepanjang lorong yang semakin gelap. Sumber jeritan itu terdengar semakin dekat, dan mereka tidak bisa menunda untuk mencari tahu apa yang terjadi. Semakin jauh mereka masuk, semakin banyak mereka menemukan monster-monster kecil yang muncul dari kegelapan—makhluk-makhluk menyeramkan berbentuk seperti kelelawar dengan mata merah menyala. Namun, monster-monster itu terlalu lemah dan mudah ditaklukkan oleh pedang Galaxy dan keahlian bertarung Davina.
Setelah melewati rintangan tersebut, mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan harta karun. Cahaya dari bongkahan emas dan berlian yang berserakan di lantai memantulkan kilau yang hampir membutakan. Senjata-senjata kuno dengan ukiran mistis juga tersebar di sana, namun pemandangan yang paling mencolok adalah seekor makhluk raksasa yang berapi—seekor Phoenix, penjaga gua yang legendaris.
Di tengah ruangan, seorang gadis berambut hitam panjang tampak terbaring lemah, seolah-olah ia sedang diterkam oleh Phoenix tersebut. Gadis itu terlihat tidak bersenjata dan tampak tak berdaya di hadapan kekuatan Phoenix. Api yang menyelimuti tubuh Phoenix menyala dengan panas yang luar biasa, menyebar ke sekeliling ruangan, membuat suhu menjadi sangat menyiksa.
“Galaxy, bagaimana kita bisa melawan Phoenix itu?” bisik Davina, bingung melihat bagaimana makhluk itu dilindungi oleh api yang sangat panas. “Tubuhnya diselimuti api. Pedang kita tak mungkin bisa mendekat tanpa terbakar.”
Galaxy mengamati Phoenix itu dengan cermat. Ia tahu mereka harus menemukan cara untuk melawannya, namun sebelum mereka bisa merencanakan tindakan lebih jauh, sesuatu yang aneh terjadi. Ketika mereka hendak mundur untuk mencari cara lain, lorong yang mereka lalui tiba-tiba tertutup dengan suara gemuruh. Batu-batu besar jatuh dari langit-langit, menutup akses kembali. Galaxy dan Davina terjebak di dalam ruangan bersama Phoenix yang mengamuk.