Sword Knight: Mount Neomir

Baggas Prakhaza
Chapter #13

Desa Kabut Misteri

Pagi hari tiba dengan keheningan yang ganjil. Galaxy duduk di tepi api unggun yang sudah mati, memandangi langit yang masih gelap dengan kilatan fajar yang baru muncul. Angin dingin menyapu wajahnya, dan sesekali dia melirik teman-temannya yang masih tertidur. Alios, Davina, dan Lilya tampak lelah setelah pertempuran berat dengan Phoenix. Meskipun tubuhnya lelah, pikirannya tak bisa diam. Ada sesuatu yang mengganggu perasaannya sejak mereka keluar dari gua, namun dia tidak bisa menjelaskan apa itu.

Ketika cahaya matahari perlahan mulai menyinari langit, Galaxy berdiri, merapikan barang-barangnya, dan bersiap melanjutkan perjalanan. Dia tahu mereka harus segera pergi. Perjalanan mereka masih panjang, dan misi untuk mendapatkan Pedang Dewa masih jauh dari selesai. Satu per satu, teman-temannya mulai bangun. Alios menguap lebar, sementara Lilya perlahan membuka mata, menggosoknya dengan lembut. Davina, yang biasanya bangun paling awal, sudah bersiap dengan cepat.

“Kau sudah bangun lama?” tanya Davina sambil tersenyum ringan pada Galaxy.

Galaxy hanya mengangguk singkat, tak banyak bicara. Dia memang bukan orang yang suka berbasa-basi, dan perasaannya yang gelisah semakin kuat. “Kita harus segera bergerak,” ujarnya singkat.

Mereka berempat berjalan melewati hutan dengan langkah cepat. Semakin jauh mereka berjalan, semakin terasa suasana yang aneh. Jalan setapak yang mereka lalui semakin berkabut, dan udara di sekitar mereka mulai terasa berat, seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres.

Tiba-tiba, mereka mendapati diri mereka berada di sebuah desa kecil yang diselimuti kabut tebal. Rumah-rumah tua berdiri diam, tak ada suara kehidupan selain suara angin yang membawa aroma tanah basah. Warga desa tidak terlihat di mana pun, kecuali seorang wanita tua yang duduk di depan sebuah rumah reyot, tampak kebingungan dan cemas. Dia terus-menerus memanggil nama seseorang dengan suara lemah.

Davina melangkah maju dan mendekati wanita tua itu. “Maaf, ada apa dengan desa ini? Mengapa ada begitu banyak kabut?” tanyanya dengan nada lembut.

Wanita tua itu mendongak, matanya berkaca-kaca. “Anakku… anakkku hilang… dia pergi ke kabut dan tidak pernah kembali. Kabut ini telah mengambil banyak orang, termasuk anakku,” isaknya sambil menggenggam erat pakaiannya.

Mendengar itu, Alios, yang biasanya ceria, merasa gelisah. “Apa yang terjadi di sini sebenarnya?”

Lihat selengkapnya