Di puncak Gunung Neomir, raungan kesakitan naga berkepala tiga menggema, memekakkan telinga dan membuat tanah bergetar. Luka-luka besar yang dihasilkan oleh tebasan pedang Galaxy dan Davina merobek tubuh naga itu, darah hitam mengalir deras dari retakan di sisik tebalnya. Satu per satu, kepala naga yang kuat itu jatuh lemas, namun amarah sang naga masih belum pudar. Dengan suara yang mengguncang, naga itu berteriak keras ke langit, dan dari dalam tubuhnya muncul portal kebangkitan.
“Apa itu?” seru Alios dengan mata terbelalak, melihat ke bawah tubuh naga yang mulai memancarkan cahaya merah gelap dari portal tersebut.
Dari dalam portal itu, makhluk-makhluk yang pernah Galaxy dan teman-temannya kalahkan di sepanjang perjalanan mereka mulai bangkit kembali. Kuda Tengkorak dengan mata berapi-api, Kelabang Besi dengan cangkang berkilau, dan Ular Raksasa yang pernah menghantui setiap langkah mereka kini kembali hidup, bangkit dengan kekuatan yang lebih besar. Suara geraman dan dentuman kaki mereka terdengar, memenuhi udara dengan rasa takut yang mencekam.
“Mereka kembali… semua makhluk penjaga gunung ini!” ucap Davina dengan nada terkejut. Matanya melihat ke arah kuda tengkorak yang berderap menuju mereka, sementara kelabang besi mulai merayap di tanah, tubuhnya memecahkan batu-batu besar di sekitarnya.
Galaxy berdiri terdiam untuk sesaat, dadanya berdebar keras. Pandangannya beralih dari makhluk-makhluk penjaga itu ke naga berkepala tiga yang masih mengamuk, dan kemudian ke teman-temannya yang tampak mulai terdesak. Pertarungan ini semakin berat, dan mereka semua tahu bahwa waktu mereka semakin sedikit.
“Galaxy, kita harus bagaimana?” teriak Alios, suaranya bergetar karena ketakutan. Tubuhnya lelah setelah pertarungan panjang, dan sekarang dia harus menghadapi kuda tengkorak yang mengancam nyawanya lagi.
Galaxy mengepalkan pedangnya erat, rasa sakit di tubuhnya mulai memudar, digantikan oleh semangat perlawanan yang membara. “Kita tidak punya pilihan lain! Kita harus mengalahkan mereka lagi, atau kita semua mati di sini!”
Mendengar perkataan Galaxy, Davina melangkah maju dengan penuh tekad. Matanya tajam, memantulkan keputusasaan namun juga harapan. Tanpa ragu, dia mengangkat pedangnya dan mengaktifkan jurus pamungkas dari keluarga Riz, jurus yang hanya diwariskan kepada keturunan langsung. Dia memejamkan mata, mengucapkan mantra dengan nada penuh keyakinan.
“With Holy Power I Call You, With the Family Name Riz, Awaken the Hidden Power, Sword of Eternity!”
Saat mantra itu terucap, tubuh Davina mulai memancarkan cahaya putih yang terang benderang. Zirah suci mulai muncul di tubuhnya, seperti perisai perak yang melindunginya dari segala ancaman. Pedangnya kini berubah, mengeluarkan kilatan cahaya putih yang begitu tajam, seolah-olah cahaya itu sendiri bisa memotong segala sesuatu.