Langit mulai berubah warna, matahari perlahan tenggelam di cakrawala, memberikan cahaya oranye keemasan yang memantul di permukaan air laut yang tenang. Galaxy dan Davina akhirnya tiba di tepi pantai Pulau Neomir, setelah perjalanan panjang yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Debur ombak lembut yang menghantam pasir putih menjadi musik pengiring saat mereka berjalan menyusuri pantai, namun hati mereka masih terasa berat, dipenuhi oleh rasa kehilangan yang mendalam.
Galaxy berhenti sejenak, menatap laut yang luas, lalu mengalihkan pandangannya ke belakang. Di balik perasaannya yang campur aduk, ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengikutinya. Ia memandang Davina yang berdiri di sampingnya dengan mata yang masih merah akibat tangisan. "Davina," katanya dengan suara pelan, "Apakah kau juga merasa... seperti mereka masih bersama kita?"
Davina mengangguk perlahan, tanpa kata. Mereka berdua berbalik, dan di kejauhan, di balik bayang-bayang pepohonan kelapa yang melambai lembut oleh angin, bayangan Alios dan Lilya tampak berdiri. Mereka tampak seperti sosok yang nyata, tersenyum dengan kehangatan yang selalu mereka bawa, namun juga dengan aura tenang, seolah-olah mereka tahu bahwa waktu mereka di dunia ini sudah selesai.
Davina terdiam, air matanya kembali mengalir, membasahi pipinya. Ia terduduk di atas pasir yang dingin, tak mampu menahan kesedihannya lagi. Isakannya pelan, namun hati Galaxy juga terasa teriris saat mendengar suara tangisan itu.
"Kalian tidak akan aku lupakan," ucap Galaxy dengan suara serak, menatap sosok kedua sahabatnya yang perlahan mulai memudar. Alios dan Lilya melambaikan tangan mereka, dengan senyuman yang hangat, seolah-olah menyampaikan pesan terakhir yang penuh kedamaian.
Dalam sekejap, bayangan itu pun menghilang, meninggalkan hanya kenangan dan keheningan di tepi pantai. Galaxy dan Davina berdiri dalam keheningan, meresapi momen tersebut dengan hati yang penuh perasaan. Setelah beberapa saat, Galaxy mendesah panjang. “Kita berhenti di sini dulu ya, Davina,” ucapnya dengan lembut.
Davina mengangguk, matanya masih berkaca-kaca, namun ia setuju. Malam ini mereka butuh istirahat, tidak hanya untuk tubuh mereka, tetapi juga untuk hati mereka yang terluka. Mereka mulai mengumpulkan kayu kering yang berserakan di sekitar pantai, menyusunnya menjadi tumpukan yang siap dinyalakan.
Tak lama, api unggun mulai menyala, memancarkan cahaya hangat yang mengusir dinginnya malam. Galaxy duduk di samping api, tatapannya fokus pada nyala api yang berderak-derak pelan, sementara Davina duduk di sebelahnya, masih dengan pandangan yang penuh kesedihan.
“Kau ingat saat pertama kali kita bertemu Alios?” tanya Galaxy, mencoba mengalihkan perhatian mereka dari kesedihan. Suaranya terdengar lelah, namun ada secercah senyum kecil di wajahnya.