Matahari pagi baru saja menyinari langit ketika Galaxy dan Davina memulai perjalanan mereka, membawa peninggalan sahabat-sahabat mereka, Alios dan Lilya. Mereka berdua berjalan melewati hutan lebat, melewati jalan setapak yang sunyi. Busur milik Alios tergantung di punggung Galaxy, sementara kalung Lilya berada di tangan Davina. Meski suasana terlihat tenang, perasaan Davina terasa berat. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, sesuatu yang belum ia ungkapkan pada Galaxy.
“Setelah ini, kita akan ke desa Alios dulu, kan?” Galaxy bertanya sembari memandang ke arah langit yang perlahan cerah.
Davina hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, namun kegelisahan terlihat jelas di wajahnya. Galaxy menyadari perubahan ekspresi itu, namun sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Langit yang tadinya cerah berubah menjadi gelap, awan-awan hitam berkumpul dengan cepat, dan dari kejauhan, terlihat segerombolan naga terbang mendekat.
“Apa itu… naga?” Galaxy segera meraih gagang pedangnya, bersiap untuk menghadapi serangan.
Namun, Davina tiba-tiba terlihat pucat. Tatapannya terpaku pada segerombolan naga itu, bukan karena takut pada makhluk-makhluk tersebut, melainkan karena ia mengenali mereka. Itu bukan hanya sekumpulan naga liar, melainkan keluarga besarnya — keluarga Riz. Perasaan takut dan cemas membanjiri pikirannya.
“Kita harus pergi!” teriak Davina panik, menarik tangan Galaxy.
Galaxy menatap Davina bingung. “Kenapa? Siapa mereka?”
Namun, sebelum Galaxy bisa mendapat jawaban, mereka sudah terkepung oleh naga-naga tersebut. Suara gemuruh dari kepakan sayap mereka membuat tanah bergetar. Salah satu naga terbesar turun ke tanah, dan dari punggungnya turun seorang pria tinggi dan berwibawa dengan mahkota di kepalanya. Itu adalah ayah Davina, Raja dari keluarga Riz.
“Kau harus pulang sekarang, Davina,” ucap sang Raja dengan suara tegas, tidak memberi ruang untuk penolakan.
Davina, dengan penuh ketegasan, menolak ajakan ayahnya. “Aku tidak akan pulang untuk dijodohkan dengan Erlang, seorang manusia yang hanya menginginkan kekayaan keluarga kita.”
Sang Raja menatap Davina dengan dingin. “Lebih baik kau bersama Erlang, seorang pejuang sejati dan gagah berani, daripada terlibat dengan keluarga Azura yang tamak dan penuh dosa.”
Mendengar nama keluarga Azura disebut dengan nada menghina, Galaxy merasa tersinggung. Ia melangkah maju, memandang sang Raja dengan tatapan penuh kemarahan. “Apa yang kau katakan? Keluarga Azura tidak seperti yang kau kira!”
Aura hitam mulai keluar dari pedang di tangan Galaxy, memberi isyarat bahwa kekuatannya sudah siap untuk dilepaskan. Namun, sebelum Galaxy sempat bergerak, Erlang — pria yang disebut-sebut sebagai calon suami Davina — melangkah maju dan memerintahkan naga-naga untuk menyerang.
“Nafas beku naga!” teriak Erlang.
Naga-naga besar itu membuka mulut mereka, dan hembusan es dingin keluar dengan kekuatan dahsyat. Galaxy, yang tidak siap dengan serangan tersebut, terjebak dalam bingkahan es yang sangat kuat. Tubuhnya membeku, tidak bisa bergerak sama sekali. Hanya matanya yang masih bergerak, mencoba menemukan cara untuk melarikan diri.
Sang Raja berjalan mendekati Davina, mengeluarkan rantai emas dari sakunya dan mengikat kedua tangan Davina dengan paksa. Davina berusaha memberontak, namun rantai emas itu memiliki kekuatan magis yang membuatnya lemah. Sang Raja kemudian menyeretnya ke arah salah satu naga besar.
“Kita pulang, Davina. Sudah waktunya kau kembali ke tempatmu seharusnya,” ucap ayahnya dengan dingin.
Davina menatap Galaxy, yang masih terjebak dalam es, matanya penuh dengan keputusasaan. Ia berteriak, “Galaxy!”
Galaxy, meski tubuhnya terjebak dalam es, mendengar teriakan Davina. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, ia mencoba memecahkan es yang mengikat tubuhnya. Aura hitam dari pedangnya semakin kuat, namun es itu begitu keras dan sulit dihancurkan.