Sword Knight Season II - Revealing the Mystery

Baggas Prakhaza
Chapter #9

Di Bawah Terang Bulan dan Bayang-Bayang Kegelapan

Di tengah malam yang sunyi, Davina duduk di balkon kamarnya, menikmati pemandangan langit yang dihiasi oleh bulan penuh. Sinar bulan yang terang menyinari wajahnya yang tampak tenang, namun di dalam hatinya, gejolak besar berkecamuk. Ia menggenggam erat sebuah kalung kecil yang tergantung di lehernya, kalung Lilya—peninggalan ibunya yang selalu memberikan kekuatan dan rasa aman baginya. Tapi malam ini, rasa aman itu seolah menghilang.

Davina teringat kepada Galaxy. Ke mana dia sekarang? Sudah lama ia tidak mendengar kabar dari lelaki itu. Dalam hatinya, tersimpan rasa khawatir yang mendalam. Namun, ia tak punya banyak waktu untuk merenung, karena tiba-tiba langkah kaki mendekat, suara sepatu menjejak lantai terdengar pelan namun tegas. Seorang pria yang tak asing lagi datang menghampirinya.

"Erlang..." gumam Davina dalam hati, dan segera ia menyembunyikan kalung Lilya ke dalam bajunya. Erlang yang datang dengan langkah tenang segera berdiri di samping Davina, melihat ke arah bulan yang sama. Senyum tipis tersungging di bibirnya, dan dengan suara lembut ia berkata, "Malam yang sangat indah ya, Davina."

Davina tidak menoleh, tetap memandang ke kejauhan. Suaranya dingin ketika menjawab, "Kau tidak perlu basa-basi. Aku tahu apa yang kau inginkan."

Erlang tersenyum licik, tidak terpengaruh oleh ketidakramahan Davina. Perlahan, ia mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Davina dengan lembut. Namun sentuhan itu tidak diterima dengan baik. Mata Davina langsung membara penuh kemarahan. Dengan gerakan cepat, dia meraih tangan Erlang dan menggenggamnya erat hingga pria itu meringis kesakitan.

"Jangan pernah menyentuhku lagi," ucap Davina dengan nada yang penuh amarah. Sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak takut, bahkan kepada seseorang seperti Erlang.

Erlang menarik tangannya yang sakit, namun senyumnya tidak memudar. Malah, senyum itu menjadi lebih dingin dan licik. "Sudahlah, Davina," ucapnya. "Kau tahu, kau tak akan memiliki kekuatan jika pedangmu tidak bersamamu. Jadi, kenapa kita tidak menikmati malam ini dengan tenang? Bagaimana kalau kita duduk sambil minum segelas anggur?" Ia menyodorkan sebuah gelas berisi anggur merah ke hadapan Davina.

Namun tanpa ragu, Davina menepis gelas itu, membuatnya terjatuh ke lantai dan tumpah. "Aku tidak minum minuman keras," jawabnya tajam.

Senyum Erlang perlahan memudar. Sekilas, matanya menunjukkan kilatan amarah. Namun, dengan cepat ia mengendalikannya dan memasang kembali senyum dinginnya. Ia mendekati Davina, kali ini lebih agresif, dan dengan cepat menangkap pergelangan tangannya, menggenggamnya kuat-kuat. "Kau memang tidak bisa menghargai orang lain, ya, Davina," ucap Erlang sambil mencengkeram lebih erat, tatapan matanya berubah menyeramkan.

Davina menatap Erlang dengan penuh kebencian. "Untuk apa menghargai seseorang sepertimu?" katanya, berusaha melepaskan pergelangannya dari cengkeraman Erlang. "Lepaskan aku, Erlang!"

Alih-alih melepaskannya, Erlang malah menarik tubuh Davina lebih dekat, membuat jarak di antara mereka begitu sempit. Tubuh mereka hampir bersentuhan, namun Davina tidak tinggal diam. Dalam sekejap, ia menghimpun kekuatannya dan memukul perut Erlang dengan keras.

Lihat selengkapnya