Swords of Resistance

Ahmad Syarif Hidayat
Chapter #1

Bab 1, Aksi Teror Yang Gagal

Pasca Perang Besar selama tiga puluh satu tahun, dunia terbelah menjadi dua Blok politik, yaitu Kievan Commune yang beranggotakan Negara-negara Komunis dan North Atlantic Alliance yang bernaggota Negara-negara Liberal-Kapitalis. Kedua Blok ini terlibat Perang untuk saling berebut pengaruh baik di Planet Bumi maupun di Tata Surya Gaia yang berlangsung sejak tahun 1945 hingga sekarang, tahun 2020. Meskipun dunia dipisahkan oleh kedua Blok, namun ada beberapa Negara baik di Eropa, Asia, Amerika maupun di Afrika memilih untuk bersikap netral, sehingga Negara-negara tersebut membentuk sebuah Blok tersendiri yang bernama Non-Bloc Commonwealth alias Persemakmuran Non-Blok, walaupun pada akhirnya mereka terpengaruh atau mengikuti Kievan Commune atau North Atlantic Alliance.

Konflik yang telah berlangsung selama tujuh puluh lima tahun bukan hanya konflik fisik di medan pertempuran, namun juga perang teknologi, industri dan ekonomi dengan menciptakan barang dan jasa agar bisa menguasai medan peperangan ekonomi di penjuru Tata Surya Gaia.

 

Saarbrucken, Socialist Soviet Federation of Prussia

Tiga unit Paladin F-5 Freedom Fighter milik German Confederation tengah terbang memasuki wilayah udara Negara Prussia dari arah timur, tepatnya wilayah Phalatine. Ketiga unit Paladin tersebut hanya sedang melakukan provokasi untuk memancing pihak Prussia.

[Paladin, Mecha Humanoid setinggi kurang lebih tujuh belas meter dengan berbahan bakar etanol.]

Ketiga Pilot tersebut merasa senang bisa melakukan sebuah penghinaan terhadap musuh bebuyutan mereka. Bagaimana pun juga, meskipun mereka bisa disebut sebagai kedua Jerman, namun Prussia tidaklah akur dengan Jerman.

Pemerintah Prussia segera membalasnya provokasi yang dilakukan oleh Jerman dengan mengirimkan satu unit MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin yang dipiloti oleh seorang Perempuan dari Klan Mecklenburg-Schewrin yang bernama Maria Catherine Victoria von Mecklenburg-Schwerin.

Perempuan berambut pendek tersebut segera menghubungi ketiga pilot dari Negara Jerman dalam sebuah komunikasi video.

“Kalian bertiga pergilah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan untuk menjaga perdamaian di kawasan,” perintah Maria kepada ketiga Pilot F-5 Freedom Fighter.

“Pergi, buat apa kita pergi. Kami hanya ingin melihat tanah yang telah kalian rebut seenaknya,” balasnya dengan nada angkuh. Lelaki berambut pirang gondrong bergelombang itu mengacungkan jari tengahnya. Dia adalah Hermann Heinrich, Kapten dari Tim 19. “Hai manis, bagaimana jika kita berhubungan seks. Aku sangat menyukai Gadis-gadis Prussia yang cantik juga seksi,” godanya.

Maria diam dan tidak menggubris hinaan dari ketiga Pilot Jerman tersebut. Bagi Maria, hinaan tersebut adalah betapa bukti bahwa mereka Orang-orang yang tidak bermoral dan berakhlak rendah.

“Jadi, Orang-orang Jerman di selatan kami itu tidak bermoral yah,” kata Maria. “Aku yakin kau pasti Orang yang memperlakukan Ibumu dengan begitu buruk, mengingat kau melontarkan kalimat yang tak senonoh pada Perempuan,” lanjutnya. “Terlebih kau mengucapkannya pada seorang Perempuan berusia delapan belas tahun. Sungguh Orang-orang tak bermoral, walaupun tak semua Orang Jerman demikian.

Paladin MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin berdiri di pinggiran sungai, berhadapan dengan tiga unit F-5 Freedom Fighter yang turun dari udara dan berdiri di seberangnya.

Mereka bertiga keluar dair kokpit mereka, tiga Pemuda berpakaian Pilot berusia sekitar dua puluh empat tahun dengan postur badan yang tinggi dan kekar. Mereka bertiga lalu melepas Helm mereka dan memegangnya di samping pinggang mereka.

Maria keluar dari dalam kokpitnya. Dia mengenakan seragam militer berwarna hitam dengan beberapa hiasan berwarna emas dan Pedang di bagian kiri tubuhnya.

“Kau memang cantik,” goda Hermann.

“Jadi cosplayer seperti dia adalah seleramu, yah, Herman,” kata salah seorang rekannya yang bernama Stephan Albert Wilhelm.

“Mungkin dia sangat menyukai Altair,” kata salah seorang rekannya lagi yang bernama Hassan Mustafi, seorang Lelaki Jerman keturunan Albania.

“Kalian berdua diamlah!” gertak Hermann pada kedua rekannya.

“Bisakah kalian pergi meninggalkan Negeri kami,” kata Maria.

Hermann tertawa dengan terbahak-bahak mendengar perkataan Maria. Dengan segala kesombongannya dia berkata, “Buat apa kami pergi dari tanah leluhur kami. Apa salahnya kami datang kemari, walaupun itu adalah pelanggaran kedaulatan. Bukankah kami juga punya hak untuk menginjakkan kaki kami di sini.”

“Apakah kau memiliki paspor untuk menginjakkan kaki kalian di sini?” tanya Maria sambil menahan amarahnya. “Tunjukkan paspor kalian, jika kalian ingin kemari.”

“Buat apa menunjukkan paspor, bukankah lebih bagus menunjukkan kejantanan kami di hadapan Gadis manis nan seksi seperti dirimu,” goda Hermann.

Mustafi dan Albert sedikit gemetar dan ketakutan ketika dia memperhatikan Maria yang diam membisu sambil menundukkan wajahnya sedikit. Lelaki keturunan Albania itu merasa bahwa atmosfer secara mendadak berubah menjadi dingin, sementara itu Hermann masih menggoda Maria dengan kata-kata yang tak pantas.

“Hei, Mustafi. Kenapa atmosfernya mendadak dingin seperti ini,” bisik Albert.

“Jangan tanyakan padaku,” balas Lelaki keturunan Albania tersebut.

Maria segera menarik Ruger-SR-1911-Pistol yang tersimpan di samping paha kanannya. Dia mengalirkan mana berelemen es dan berkata, “Niffelheim.” Maria menembak Hermann yang berdiri dengan segala kesombongannya.

Lelaki berambut pirang gondrong itu membeku seketika layaknya patung es. Melihat pemimpin Tim mereka membeku, membuat Mustafi dan Albert terjatuh ketakutan.

Mereka berteriak secara bersamaan, “Kumohon. Jangan bunuh kami!”

Kedua Lelaki tersebut kemudian ikut membeku seperti Hermann dengan ekspresi ketakutan pada wajah mereka yang terlihat indah untuk dijadikan meme di internet.

Maria menghubungi markas via telepati, “Ketiga penyusup telah aku lumpuhkan sekaligus mendapatkan harta rampasan perang yang berharga.

“Baiklah, kami akan segera ke sana.”

 

Pihak German Confederation mengirimkan pesan kepada Pemerintah Prussia untuk segera membebaskan rakyatnya yang ditahan oleh Prussia. Pemerintah Jerman mengklaim bahwa Rakyatnya sedang disiksa oleh Prussia, walaupun sebenarnya mereka bertiga tengah bermain Xbox 360 di sel mereka masing-masing yang diawasi selama 24 jam non-stop.

Namun Prussia menolaknya, dan menekan Jerman agar mereka turut membebaskan Orang-orang Prussia serta tokoh Komunis Jerman yang mereka tahan.

Lihat selengkapnya