SyaFrei

Rainzanov
Chapter #4

El Aprovecho La Opportunidad

"Jika manusia berada di dalam kasta yang tinggi karena berkah dari Tuhan mereka. Lalu, kenapa semua itu membuat mereka buta dan menganggap dirinya berada di posisi tertinggi? Apa mereka lupa? Tuhan yang memberikan oksigen tidak pernah menyombongkan kebaikannya di hadapan ciptaan-Nya."

Syeila ~ 2018.

"El aprovecho la opportunidad?!"¹

Kanza menghela nafas panjang, Lelaki itu mengarahkan pandangannya ke sekitar. Lelaki itu tak terima bila gadis itu mengambil kesempatan untuk memukulnya dengan setiap perkataannya.

Jemarinya seketika tergelitik untuk mengambil kresek hitam yang berdiri tepat di hadapannya. Dia membantingnya sekali lagi, sebelum akhirnya menginjak-injaknya hingga rusak.

"Dasar gila! Dia pikir, dia siapa, ha?!" batin Kanza. Ia berlalu dari jalanan lengang itu dengan wajah datarnya.

Lelaki yang menguasai sebelas bahasa itu meneguk ludahnya sendiri. Ia melesat ke jalanan tanpa tahu malu. Satu hal yang pasti, satu nama telah menggema di kepalanya.

"Syeila! Syeila! Syeila! Kenapa aku terjebak di sini bersamanya?!" Kanza mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Pikirannya berkelana pada jurang membentang di dalam ilusinya sendiri.

Tak lama kemudian, Kanza mendapat telepon dari salah satu sahabatnya. Sebut saja Yohan, meski lelaki itu lebih muda dari Kanza. Tapi, mereka berdua berada dalam kasta setara.

"Buenas tardes, Kanza!² Wanna shoot some hoops, Brother?³" tanya Yohan dengan nada yang memberikan kesan ceria, ia bertanya tanpa basa-basi. Lelaki itu berusaha mengajak Kanza untuk bertanding dalam permainan favoritnya, apalagi jika bukan basket?

Yah, keduanya, termasuk Syeila. Mereka adalah pecinta basket. Namun, Syeila sebenarnya hanya akan memainkan bola basket ketika dunia membuatnya frustasi. Kalian bisa menganggapnya sebagai pelarian. Aku yakin dia tidak akan mengelaknya.

"Nggak sekarang, Yohan," balas Kanza dengan wajah datar. Lelaki itu segera menutup telepon dan memasukkannya ke dalam saku celana. Lelaki dengan tinggi hampir menyentuh seratus sembilan puluh centi itu, tak lagi peduli dengan kesenangan dunia.

Karena saat ini, dia hanya akan fokus kepada satu nama, "Syeila." Yah, gadis itu bisa saja membuat setiap detik dalam hidupnya gila. Dan sialnya, dunia kembali mempertemukan mereka berdua.

Kanza melihat gadis itu tengah memberikan sebungkus makanan kepada sosok anak jalanan berusia sekitar enam tahun. Hal itu membuat dia berhenti.

"Dapet uang dari mana tuh anak?! Bukannya, semua uang dia udah diambil sama Ayahnya?! Huuuh!" batin Kanza, lelaki itu menahan dirinya sendiri untuk mengumpat. Lelaki itu memang melihat Syeila bertengkar dengan ayahnya meski hanya dalam waktu singkat.

Kini, dia kembali memperhatikan sosok Syeila yang memberikan lembaran uang dengan lembar biru kepada anak itu. Yah, untuk sekilas, Kanza tersenyum melihat sosok Syeila yang bersikap manis di hadapan anak laki-laki itu. Belum lagi, dia tak tahan melihat Syeila yang mengelus kepala anak laki-laki itu. Karena baginya, itu terlalu manis. Dia sempat tersenyum, tanda bahwa lelaki itu mengaguminya.

Ups, berjanjilah padaku. Jangan katakan ini padanya. Karena aku bersumpah, dia akan memarahiku nanti. Apa kalian tahu? Kedua tokoh utama ini sebenarnya diberi waktu untuk tinggal di dunia nyata. Sayangnya, mereka tidak ditakdirkan bersama. Karena salah satu dari mereka harus bertemu dengan kematian. Dan aku di sini untuk melukiskan kisah itu kembali.

Tanda bahwa pemeran utama ini masih saling mencintai, meyanyangi, dan mengenang kisah ini untuk selamanya. Dan, apakah kalian mengerti? Meski aku yang menulis kisah ini, kalian tidak akan pernah bisa mengetahuiku. Tapi, aku persilahkan kalian menebak diriku.

Bisa jadi aku menjadi pemeran sampingan dari kisah ini. Namun, bisa saja aku adalah pemeran utama itu sendiri. Hahaha, kupersilhkan kalian menebak soal diriku. Tapi, satu hal yang harus kalian tahu. Aku menulis kisah ini dengan tambahan imajinasiku agar tidak terkesan nyata. Karena aku tahu, dirinya yang lain ingin menyimpannya sendiri, hingga kematian menjemputnya.

Baiklah, sudah cukup denganku. Kita harus kembali kepada kisahnya. Kembali kepada Kanza. Sosok lelaki yang masih setia berada di pinggir jalan itu masih mengamati sosok Syeila.

"Cih! Manis di depan anak-anak bisa! Giliran di hadapanku?! Udah kayak anjing! Dasar, babi!" batin Kanza. Ia mengambil handphone dari dalam saku dan membantingnya ke tanah.

Syeila dan anak laki-laki itu segera menoleh.

"Astaga! Dia lagi?!" Syeila memutar kedua bola matanya, tanda bahwa dia jengah. Ia menghembuskan nafas panjang dan segera berjalan menuju Kanza.

"Kakak ngapain di sini?! Sengaja nguntit aku, ya?! Mau Kakak itu apa, sih?!" Syeila menaikkan salah satu alisnya.

Lihat selengkapnya