SYAHADAT BERSAMA SENJA

N. HIDAYAH
Chapter #6

THE GOLDEN AGE

Hawa pagi menjadi saksi perjalananku ke sekolah, kulihat banyak siswa dari beragam sekolah berlalu lalang, ada yang naik sepeda, naik angkutan kota, dan ada juga yang masih gugup menunggu angkutan di tepi jalan. Dari balik helm aku menyaksikan sibuknya dunia di pagi hari, berebut waktu dengan orang lain, mengejar hal-hal penting yang menjadi prioritas mereka, begitu pun aku yang ingin berburu udara sejuk di antara anggrek-anggrek di taman sekolah.

“Yudha, ayo ke kelas,” teriak Sarah, sahabatku.

“Nanti,” jawabku sembari membuat isyarat dengan tangan supaya dia bisa pergi terlebih dahulu.

Sarah bukan satu-satunya orang yang menyapaku dan mengajakku untuk masuk kelas atau sekadar nongkrong di kantin menunggu bel masuk. Beberapa teman kelas, kawan pengurus Osis dan anak-anak voli juga menyapaku dengan anggukan pelan dan wajah yang masih agak mengantuk, namun tidak ada yang aku hiraukan karena memang aku belum ingin masuk kelas, toh suasana kelas pagi begini sangat berisik dan terlalu mengganggu.

Bagi beberapa siswa mungkin aku tampak seperti wakil ketua Osis yang sinting karena menghabiskan waktu pagiku di sini, tapi tidak bagi orang-orang yang sudah tahu dengan gayaku ini.

 “Yud, sini,” teriak Sarah.

Aku pun menghampirinya. Sarah langsung menyambar lenganku untuk digandeng, sebuah isyarat bahwa dia minta diantar ke kelas.

“Apa kabar, Yud?”

“Baik, Sarah.”

“Semangat buat orasi hari ini,” celetuk Sarah.

Semalaman aku sudah menyiapkan orasi yang akan kusampaiakan dalam momen pemilihan ketua Osis pekan ini. Kebetulan aku dicalonkan untuk maju sebagai ketua Osis, bukan hanya aku, Damar juga maju sebagai rival. Sebenarnya aku tidak terlalu minat menjadi ketua Osis karena aku lebih suka menjadi anggota. Alasanku tidak mau menjadi ketua karena itu akan membuatku sibuk sampai tidak ada waktu untuk menyapa anggrek, membaca buku di perpustakaan, bermain voli, menggambar sel jaringan, dan menghabiskan waktu bersama Yuli. Ditambah aku lebih suka menyiapkan materi belajar untuk UAS Desember nanti yang tinggal dua pekan lagi dibandingkan menyiapkan pidato untuk orasi hari ini.

Namun, demi menyenangkan teman-teman dan membanggakan Papa aku rela melakukan ini. Semalam Papa bahkan menguji kemampuan pidatoku lengkap dengan mengajukan pertanyaan tentang visi misiku, ah, Papa memang begitu. Papa memang tidak mengatakan bahwa aku harus jadi ketua, tapi tetap saja bukti terbaik dari sebuah usaha adalah dengan menjadi yang pertama dan satu-satunya, begitu prinsip Papa.

Berita pemilihan ketua Osis akan ramai satu pekan ini, hari ini orasi, besok hari tenang di mana semua poster tentang pemilihan ketua Osis akan dilepas dari setiap sudut sekolah, dan lusa adalah hari pemilihan di mana semua warga sekolah terlibat untuk memberikan hak pilihnya.

Aku memang tidak begitu tertarik dengan jabatan ketua Osis, tapi tetap saja aku harus mencoba yang terbaik karena kawan-kawan pengurus termasuk Bang Radit sudah memberikan dukungan untukku. Kini, setiap hari aku merasa grogi apalagi sainganku adalah Damar yang menurutku lebih layak menjadi ketua meskipun dia agak kurang bisa diajak serius, tapi dia bisa diandalkan dan punya minat yang tinggi untuk menjadi ketua.

“Santai aja, jangan dibikin pusing,” ledek Sarah sebelum masuk kelas.

Sarah tertawa melihat raut wajahku yang tadi bahagia kini berubah menjadi lesu karena semester ini terasa sangat melelahkan dengan banyak event yang Osis kerjakan, terlebih aku sudah kelas sebelas yang bisa dikatakan sedang berada di ‘The Golden Age’, di mana kesuksesan kegiatan sekolah berada di tangan angkatanku, baik Osis, Pramuka, PMR, KIR, Paskibra, dan semua ekskul akan dipimpin oleh generasi angkatanku.

Setelah urusan pemilihan ketua Osis beres, aku harus mulai menyicil belajar pekan ini supaya ketika mendekati hari UAS aku tidak menggunakan jurus SKM alias Sistem Kebut Semalam, dan itu berarti aku harus mengurangi jadwal belajar bersama Yuli juga. Ah, bagaimana aku mengatakan pada gadis itu bahwa kami akan jarang bertemu sampai semester depan.

“Hai, Kak,” sapa Yuli bersama Yuma.

“Oh, hai, mau ke mana?” Sesaat aku bisa mencium aroma parfum keduanya, Yuli dengan parfum marshmellow dan Yuma dengan parfum campuran bubble gum dan melati, sangat aneh.

“Mau ambil kotak dana sosial di ruang Osis,” jawab Yuli.

Lihat selengkapnya