Andra membanting ponsel sembarangan di ranjang.
“Sok ganteng banget sih nih orang!” serunya kesal.
“Bisa-bisanya aku dikatain matre?! Mending ngomong saja kalau tidak mampu! Bukannya ngatain orang seenak jidatnya!” tukasnya sambil mondar mandir dengan hidung mancung kembang kempis.
Uki mendongak, memperhatikan teman serumahnya itu setelah sebelumnya sibuk membalas chat mesra tunangannya sambil goleran di ranjang.
“Kenapa lagi?! Kali ini nggak cocok karena dia nggak punya investasi?!” tebak Uki.
Andra membalikkan badan ke arah Uki sembari mengangkat bahu.
“Belum sejauh itu sih pembicaraannya.”
“Aku hanya to the point, kalau di awal dating kita sabtu depan nanti, aku minta private dinner.”
Uki tergelak. Ia lantas meletakkan ponsel ke meja lampu samping ranjang.
“Tapi, aku belum sebut restorannya loh! Gimana bisa tuh orang langsung nge-judge kalau aku matre?!” Emosi Andra belum tuntas. Matanya terbelalak tidak terima.
Uki menghela napas sembari menggeleng, ada senyum yang ditahan di balik bibir tipisnya.
“Begini, sepengalaman aku, ada beberapa lelaki yang memang sengaja nge-test calon pacarnya untuk tahu si wanita itu matre atau nggak. Kalau belum apa-apa kamu sudah sok high class, ya bye!” Uki mengibaskan rambut panjangnya ala gadis iklan sampo.
“Nah, itu bodohnya kebanyakan wanita.” Andra berkacak pinggang dan menunjuk ke arah Uki, sebelum memilih untuk duduk di bibir ranjang, karena betis dan tumitnya kembali pegal efek hampir setiap hari memakai heels 12 sentimeter.
“Begini ya, orang-orang sepertinya tidak bisa membedakan antara matre dan realistis. Kalau aku matre, aku nggak akan semandiri sekarang. Aku pasti lebih cari lelaki berduit dan bersedia jadi simpanan atau apa lah namanya. Aku itu realistis!" Andra membela diri.
"Lagian, aku mampu bayarin kalau cuma sekedar private dinner. Poinnya adalah, kalau si Andra mampu, masa lelakinya ga mampu?!" Andra sombong. Ia menaikkan kedua alisnya melirik ke arah Uki.
"Memang salah ya, kalau aku butuh pasangan yang lebih diatas aku?! Ya minimal equal lah.” Andra mengangkat kedua pundaknya.
Uki kembali menggeleng. Lalu menarik napas dalam-dalam, dan mengeluarkannya perlahan dari mulut dengan mengucapkan bunyi
"Huh ..... "
“Andra sayang yang cantik dan mandiri.” Uki lantas memegang kedua pundak Andra sembari menatap lamat-lamat, wanita di depannya itu. Bulu mata indah dengan pupil warna cokelat, hidung mancung yang proposional, wajah putih mulus. Ya, Andra adalah definisi wanita sempurna yang membuat sesama wanita iri sekaligus insecure melihatnya.
“Menjalin hubungan dengan lawan jenis itu ada seninya.” Uki kemudian menurunkan tangannya. Ia memilih meraih salah satu bantal untuk menutupi perut.
Soal hubungan percintaan, Uki merasa lebih berpengalaman. Terbukti, Uki berhasil memiliki pasangan yang tampan, mapan, dan sangat mencintainya selama 2 tahun ini.
“Cari pasangan yang kaya raya, punya segalanya itu nggak salah, dan aku yakin banget dengan modal kecantikan juga kesuksesan yang kamu punya sekarang, siapa sih lelaki yang nolak?!" ujar Uki sembari menengada dengan sedikit memicingkan salah satu mata, alisnya pun ikut berkerut.
Mendengar ucapan Uki, Andra langsung besar kepala.
"Tapi ...
diawal pendekatan, jangan langsung membuat lelaki gerah. Ya jelas mereka mundur." Bibir Uki sedikit monyong, refleks ia memukul bantal.
"Kodrat lelaki itu mengejar, bukan dikejar. Mereka itu maunya jadi pengendali, bukan yang dikendalikan, dan diatur-atur. Ya, kecuali lelaki cupu yang dari awal cinta mati sama kamu, atau si player yang suka dengan tantangan dan memperlakukan kamu bak putri raja tapi tinggal tunggu waktu kamu dihempaskan sesuka hati kalau sudah puas." Kedua bola mata Uki berputar.
"Tapi percaya deh, kalau lelaki berkualitas, mereka nggak suka ribet, soalnya wanita yang lebih cantik dan punya segalanya dari kita itu segudang say. Satu hilang, lainnya ngantri.” Uki menatap ke arah Andra, yang lantas mendengus.
“Ah, sudahlah. Mungkin memang belum dapat yang pas saja!” Andra tidak mau berdebat. Kata-kata Uki terdengar masuk akal, tapi otaknya spontan mengelak.
Andra lalu memilih keluar dari kamar. Uki mengambil ponselnya dan membuntut di belakang.