Syak Puan

Widiyati Puspita Sari
Chapter #3

3


Ketukan pintu beberapa kali membuat Putri terpaksa beranjak dari ranjangnya.

“Kamu mau nitip ayam pedas korea enggak? Aku sama Kak Andra mau pesen online nih, chat ku dari tadi enggak kamu bales,” ucap Neira setelah Putri membuka pintu kamar.

Putri hanya menggeleng, membuat Neira menatap menyelidik.

 “Kamu kenapa?” tanya Neira dengan tatapan kuatir. Putri kembali menggeleng.

 “Soal Andrew?” tanya Neira hati-hati.

 “Nggak kok. Aku ngantuk banget Nei pengen tidur.” Putri menghindari obrolan lebih panjang, dan ingin menutup pintu kamarnya lagi, tapi Neira sigap menghalangi, memegang lengan Putri.

  “Put, aku nggak ngarep lagi sama Andrew kok, kalau kamu memang cinta sama Andrew, terima cintanya. Kesempatan enggak datang dua kali, Put.” Ujar Neira sambil melepaskan lengan Putri dan segera berbalik meninggalkan Putri yang tercengang, tapi kemudian Ia perlahan menutup pintu kamarnya.

“Gimana? Putri ikut pesan yang apa?” tanya Andra, menoleh ke arah Neira yang langsung membalasnya dengan gelengan kepala.

“Kenapa tuh anak?” tanya Andra lagi. Neira hanya menghela napas panjang dan memilih duduk bersila di sofa, tepat di samping Andra yang sedang memangku netbook kesayangannya.

“Kak, aku mau tanya deh. Kalau Kak Andra suka sama cowok, terus sahabat Kak Andra suka juga, Kak Andra memilih mengalah atau tetap berjuang?” tanya Neira yang langsung mencondongkan kepalanya ke Andra. Andra lalu memindahkan netbook ke meja, sambil berpikir sejenak.

“Ngalah sih, males sama sahabat kalau urusan lelaki. Mending cari yang baru, kan banyak stok ini. Hidup itu sudah rumit Nei, enggak perlu dibuat lebih rumit.” Jawab Andra realistis.

 “Kenapa sih memangnya?” Andra mengerutkan alis, menatap ke arah Neira yang kontan salah tingkah.

 “Begini Kak, Aku kan sempat suka sama si Andrew, nah pas aku udah deketin, ternyata aku baru tahu kalau Andrew sukanya sama Putri, ya sudah aku move dong ke cowok lain . Toh, selama ini, aku kalau suka sama cowok cepat banget move on nya atau gampang banget ilfeel. Jadi, aku yakin, perasaanku ke Andrew bakal seperti parfum kw yang awalnya semerbak, lalu endingnya enggak ada wangi yang tersisa. Nah, aku baru tahu juga, kalau ternyata si Andrew ini sudah kenal lama sama Putri, dan baru-baru ini, Andrew nembak Putri., sedangkan sebelumnya Putri tahu kalau aku suka sama Andrew. Mungkin nggak sih kak, kalau Putri itu nolak Andrew, karena takut aku sakit hati? Padahal aku sudah jelasin loh kalau aku sudah nggak ada rasa. Tapi Putri tetap nolak Andrew." Neira menghela napas panjang.

"Padahal ya Kak, aku bisa lihat, kalau Putri juga suka sama Andrew.” lanjutnya.

Setelah ngomong panjang lebar Neira haus lalu menyomot minuman kemasan di meja yang selalu tersedia.

 “Hmm ..., kamu sih kebiasaan tiap suka lelaki, langsung main deket-deketin, sampai gebetan temen sendiri nggak tahu.” tukas Andra.

  “Ya, mana tahu Kak,” Neira mengangkat kedua pundaknya dengan minuman masih di tangan kanan.

 “Putrinya juga tertutup banget. Siapa yang mengira kalau Putri kenal sama cowok sekeren Andrew, untung aku nggak maksa dicomblangin setelah tahu Putri kenal Andrew.” Ujar Neira lalu tergelak.

  “Begini, kamu kan tadi pas makan siang bilang kalau Putri takut menikah, dan dikonfirmasi sama Putri, siapa tahu Putri nolak cinta nya karena takut menikah itu tadi. Tapi, kalau kamu merasa bersalah, buat mereka pacaran saja, bantu yakinkan Putri. Kan lumayan dapat pahala menyatukan dua orang yang saling menyukai, siapa tahu endorsan makin melimpah.” Usul spontan Andra yang langsung disambut antusias oleh Neira.

“Hm, iya juga ya Putri memang hobi menghindari cowok ngebet. Kamu bener juga ya kak, aku bisa bantu Andrew jadian sama Putri.” Neira meringis memperlihatkan giginya. Meskipun hatinya keras menolak, karena diam-diam Ia masih berharap Andrew membuka hati untuknya.

“Nah, sekarang buruan pesen ayamnya,” perintah Andra.

“Ah, oke ...” Neira langsung meraih ponselnya.

***

 Uki dan Dion saling bungkam di dalam mobil, Uki mengetuk-ngetuk ponselnya dengan jemari, sedang Dion memilih menyandarkan kepalanya di kaca pintu mobil yang tertutup rapat. Rintik hujan di luar seolah mengerti apa yang sedang mereka rasakan malam ini.

“Dari awal pacaran, aku sudah bilang, kalau aku tidak mencari pacar, tapi calon istri. Bahkan, aku sudah menuruti permintaan kamu untuk tidak langsung menikah setelah kita tunangan,” Dion menghentikan ucapannya. Ia lalu menegakkan posisi duduknya. Uki hanya tertunduk, tubuhnya gemetar, dengan air mata yang terus Ia tahan.

“Ki, sekarang beri aku alasan yang tepat, mengapa kamu ingin menunda lagi?” Dion memiringkan posisinya, menatap Uki yang makin menunduk.

“Ada sesuatu yang kamu sembunyikan?” tebaknya.

Uki menggeleng.

“Aku ta ... kut,” balas Uki dengan suara lirih bergetar. Air matanya menetes. Tidak mampu lagi ditahan.

“Takut apa?” Dion menggenggam jemari Neira yang dingin.

Lihat selengkapnya