SYEMA WEGARI

Elisabeth Purba
Chapter #1

Selesai Sudah

 

Tidak pernah ada orang yang membayangkan kalau hari bahagia yang hanya tinggal beberapa minggu berubah menjadi neraka. Pria yang awalnya terpuruk, diangkat naik nyatanya dialah orang yang menjatuhkan dan menyayat hati hingga berkeping-keping. Begitu cepatnya orang berubah. Mengenalnya lebih dari sepuluh tahun tidaklah sebentar. Menjalin asmara bertahun tahun juga bukanlah waktu yang singkat. Menghapus airmatanya waktu itu sudah menjebak Syema menghabiskan hari-harinya berbelas kasih kepada pria itu. Rasa ini sudah membuat hilang akal. Logika tidak lagi main saat bunga-bunga asmara menghiasi hari-hari. Bodohnya, harus terjebak dalam asmara masa lalu Riki. Kepercayaan yang sia-sia, mengembannya hanya untuk menyaksikan diri terluka. Cumbu tawa dan hangatnya tubuh pria bernama Riki hanyalah beban untuk diingat.

Laki –laki itu sama sekali tidak mendatangi Syema untuk mengucapkan sesuatu, entah apapun itu, entah caci maki atau kata perpisahan. Syema berharap agar laki-laki itu minta maaf dan mengatakan bahwa apa yang dilihat Syema waktu itu bukan apa-apa. Bahwa hubungan laki-laki itu dengan perempuan yang Syema lihat hanya sebatas teman dan tidak lebih. Namun apa yang dibayangkan Syema tidak akan terjadi. Sepertinya itu yang diingini laki-laki itu. Ia tidak mesti bersusah payah untuk mengungkapkan tentang hubungan barunya dengan perempuan itu. Pasrah dan rela bukan menjadi jawaban untuk membendung kepedihan yang dikoyak-koyak seperti cakaran singa.

“Ki, lagi di mana?”

“Lagi kerja. Nanti aja hubungi lagi ya”

“Kerja? Sudah jam istirahat begini?”

“Kerjaanku tidak bisa ditunda. Klien saya sudah datang nih”

Telepon ditutup dalam hening. Syema hanya menatap ponselnya yang layarnya berubah menjadi gelap

***

Riki dan Syema memutuskan bertemu untuk membicarakan undangan pernikahan yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Tempat resepsi dan catering juga sudah dipersiapkan, hanya tinggal melenggak dan mempersiapkan mental menuju puncak pernikahan.

“Kok susah amat ditemui sekarang, Ki?”

“Susah apa nya, ini kan kita ketemu. Kalau bukan ketemu apa namanya?”

“Bukan begitu maksudku, akhir-akhir ini kamu cuek sekali. Bahkan kamu sudah jarang nelepon”

“Aku sibuk, Syem”

Syem, dia memanggil dengan sebutan Syem. Ada apa ini kok tiba-tiba berubah, biasanya dia panggil sayang, ujar Syema dalam hati penuh tanya. Bahkan dia sama sekali tidak menyentuh tangan Syema seperti yang biasa Riki lakukan.

“Ada apa denganmu, Ki? Tak biasanya cemberut gitu? Cerita dong, siapa tahu aku bisa bantu”

“Tak ada apa-apa, Syem”

“Ohh ya, besok ambil surat udangannya ya.”

“Sudah selesai ya?”

“Hmmm”

***

Rena, kakak senior Syema semasa kuliah dulu datang membawa tentengan. Kantongan yang berisi makanan ringan buatan tangan Rena sendiri. Biasanya Syema memesan cemilan dari Rena sekali seminggu. Asli buatan rumah dan tanpa pengawet menjadi ciri khas produk yang dijual Rena. Keripik pisang manis menjadi andalan cemilan buatan Rena. Rumah Rena hanya terletak dua blok dari rumah Syema.

“Syem, jadi nikah?”

“Jadi dong, Kak”

“Ah masa?”

“Idih kak Rena, ya jadilah masa main-main”

“Serius?”

“Seriuslah, Kak”

“Dengan siapa?”

“Nihkan kakak main-main lagi. Pastinya dengan Riki, Kak, dengan siapa lagi?”

Rena terdiam sesaat penuh pertanyaan yang berkecamuk di dalam pikirannya. Dengan wajah yang heran dan kerutan di keningnya, Rena menjawab singkat, “Ohhh”

“Memangnya kenapa, Kak? Apa kakak tak senang kalau aku menikah?” Tanya Syema sembari merobek bungkusan keripik.

“Bukan begitu, Syem”

“Jadi?”

“Beneran sama Riki?”

“Ampun, Kak, berapa kali harus kubilang?”

“Apa kau serius?”

Lihat selengkapnya