Sepuluh menit lagi menjelang pukul lima sore. Martha mendatangi Syema ke ruangannya. Syema sudah mulai bergegas membersihkan mejanya, mematikan komputer dan menutup jendela ruangan.
“Kak Syem pulang bareng aku ya, aku mau ajak kakak nongkrong” Tukas Martha ditelinga Syema.
“Apa mesti sekarang, Mar?”
“Ya dong, merayakan hari pertemuan”
“Besok besok kan bisa”
“Nggak afdol, Kak, sekarang waktu yang tepat. Kalau besok-besok sudah nggak bisa. Sudah banyak kerjaan yang numpuk. Belum lagi kakak harus kunjungan lapang. Pulangnya tak jelas kapan”
“Hmmm, boleh lah. Tapi antar kakak pulang nanti ya”
“Aman”
Syema mengambil helm cadangan milik kantor yang diletakkan di balik pintu ruangannya. Ia mengenakan helm itu langsung dan menunggu Martha di depan pintu pagar.
“Sebenarnya aku mau cerita banyak dengan kakak” Tukas Martha teriak.
“Apa...?”
“Sebenarnya ...”
“Nanti aja ngomongnya, Mar. Nggak kedengaran suaramu. Ribut di jalan” Tukas Syema menepuk helm Martha sembari tertawa.
***
“Aku kangen berat, Kak. Kali ini aku yang traktir ya”
“Ya harus kamu yang traktirlah, Mar, kamu yang ngajak”
Makan es krim banana split dan kwetiau goreng seafood bersama Martha adalah hal ternikmat pertama yang Syema rasakan setelah berminggu-minggu harus merelakan dirinya berdiam dalam kamar. Kedua menu itu menjadi pilihan sederhana mereka berdua untuk menghabiskan waktu sembari berbicara dan bersenda gurau.
Rasanya adem sekali menginjakkan kaki di sini. Sudah lama Syema tidak berada di tempat keramaian. Sudah lama ia tidak menghirup udara ketenangan.
“Dihabisin, Kak. Sayang terbuang.”
“Ya, Martha sayang. Apa kau tak lihat badan kakak sekarang? Kakak sudah doyan makan” Tawa Syema pelan menutup mulutnya yang masih penuh.
“Gimana dengan kerjaanmu, Mar?”
“Lancar ... cuma ... ya seperti yang kakak ketahui, hari-hari aku dibentak kalau salah mengerjakan sesuatu. Belum lagi selama kak Syema tak masuk kerja aku melakukan pendampingan menemani kak Lida. Aduhh ampun, Kak, apa yang aku kerjakan selalu saja salah di matanya. Setiap aku tanya, dia kasih jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan, kalau ga ditanya dia bilang aku sok tahu. Ahhh entahlah, sampai kapan aku bisa bertahan”
“Kok ngomongnya gitu, Mar”
“Ya, Kak, aku sudah mulai muak dan bosan mendengar ocehan mereka”
“Itu semua untuk kebaikanmu lho, Mar. Mereka ngajarin kamu supaya pintar”
“Pintar apanya? Aku dimaki-maki di depan orang banyak. Pimpinan apa macam begitu. Masa memarahi karyawan harus di depan orang banyak”