SYEMA WEGARI

Elisabeth Purba
Chapter #9

Tabloid Suara Perempuan

Biasanya Syema dan Martha berdiskusi untuk bahan tabloid Suara Perempuan (SP). Tabloid ini terbit sekali seminggu untuk para perempuan akar rumput dan juga para dampingan dan mitra lembaga. Namun kali ini, Syema langsung menyerahkan bahan tersebut tanpa ada diskusi ringan seperti yang biasa mereka lakukan. Diskusi dengan Martha akan memakan waktu, sementara Syema harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda.

“Kak minta bahan untk SP lah, udah mau dekat deadline” Seru Martha sembari memegang bahu Syema.

“Kakak sudah tulis ... coba baca lagi, kalau ada yang kurang jelas tanya aja” Tukas Syema menyerahkan lembaran kertas berisi konsultasi untuk bahan tabloid.

“Ehhh, Kak, cowok tadi siapa?”

“Hmmm, tau aja yang bening”

“Serius nih, Kak, aku penasaran”

“Jonathan ... pengacara baru kita”

“Wahhh, semoga betah”

“Sudah ... ketik bahan SP-mu, nanti ditanya kak Donta kenapa belum selesai, aku juga yang kena getahnya”

“Enakan kak Syema, kakak jadi rekan kerja cowok itu”

“Kalau kamu mau kamu aja yang kerja dengan dia, Mar”

“Nggak nyambung, Kak”

“Kalau sudah tahu jawabannya, nggak perlu ditanya lagi”

Martha membaca lembaran tulisan yang ditulis Syema untuk bahan konsultasi tabloid. Konsultasi kali ini mengenai seorang ibu yang menginginkan perceraian karena suami selalu berlaku kasar. Bukan itu saja, suami yang tidak mempunyai pekerjaan selalu meminta uang kepada istri untuk berjudi.

Dari kasus tersebut terurailah jawaban untuk memberikan sedikit pandangan mengenai langkah yang harus diambil. Apapun ceritanya semua keputusan ada di tangan si ibu. Keputusan terbaik harus dengan pikiran yang jernih dan memang berdasarkan pertimbangan matang dari keinginan si ibu. Apapun itu, kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan yang tidak bisa ditolerir.

Kekerasan terhadap istri memang sering terjadi dalam pernikahan. Dalam hal ini yang pertama dilakukan adalah jangan diam saja ketika suami melakukan kekerasan. Ibu bisa melaporkan perbuatan suami kepada aparat kepolisian atau ke lembaga hukum untuk mendapatkan bantuan. Perbuatan tersebut akan dikenai Pasal 44 UU No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT ) dengan sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun.

“Ini aja kak?”

“Ya. Itupun sudah mumet kepalaku”

Martha dipanggil ke ruangan kak Donta. Martha mengelus dadanya, merapikan rambutnya dengan jemarinya, menepuk-nepuk pipinya pelan hingga ia berdiri tegap layaknya seorang prajurit. Ia menarik nafas dalam dan mengeluarkannya cepat hingga berkali-kali.

Sosok Donta menjadi sosok yang disegani bahkan mirisnya lagi menadi orang yang sangat ditakuti. Mata Donta yang bulat tajam dengan lingkaran mata hitam seperti mata panda menjadi ketakutan yang tidak bisa dibendung. Ia layaknya seperti ikan hiu yang mau menerkam mangsa.

Ahh, apa lagi ini. Kuatkan aku Tuhan menghadapi manusia menakutkan ini, tukas Martha dalam hati.

Martha mengetuk ruangan Donta pelan namun tidak ada jawaban sama sekali. Martha mengetuknya kembali lebih kencang.

“Masuk”

“Kak!”

“Sini! Lihat nih”

Martha menatap kak Donta dengan mata yang berkedap kedip dengan tangan gemetar.

“Bukan kakak yang kau lihat”

“Memangnya apa, Kak?”

“Layar komputer itu”

Lihat selengkapnya