SYEMA WEGARI

Elisabeth Purba
Chapter #10

Korban

 

Seorang perempuan muda berkisar 20 tahun-an, berkulit putih dengan rambut sepinggang yang diikat dengan pita putih. Ia datang dengan bayi dalam gendongannya dan juga sebuah tas kain berwarna biru. Ia mengetuk pintu dengan keras sambil berteriak, “tolong” Wajah perempuan itu pucat pasih dengan cucuran keringat jagung membasahi jidatnya.

Syema, Martha, Sarma, Lida langsung berdiri dari duduk mereka menuju pintu depan. Syema menghampiri perempuan muda itu dan membawanya masuk.

“Ayo, masuklah”

Airmata si perempuan muda itu bercucuran hingga ia menyekanya dengan gendongan bayinya. Bayi itu tampak tenang meski sesekali ia membuka matanya namun tertidur lagi.

“Tolong ambilkan air minum, Mar” Pinta Syema.

Martha bergegas mengambil air minum yang letaknya tidak jauh dari mereka. Bunyi air yang keluar dari dipenser membuat perempuan muda itu menelan air liurnya. Martha menyodorkannya langsung kepada perempuan muda itu. Tangan perempuan itu gemetar sekali hingga ia tidak sanggup untuk memegang gelas yang baru saja diberikan Martha. Syema membantunya memegang gelas itu agar tidak jatuh. Perempuan itu meneguknya hingga suara glek glek glek terdengar keras. Rasa hausnya terbayar sudah dengan segelas air putih.

“Sepertinya masih haus perempuan ini, Mar”

Syema meminta Martha untuk mengambilkan lagi air putih untuk perempuan itu. Gelas ke dua hanya dua teguk diminum. Itu menandakan rasa hausnya sudah hilang.

“Apa sudah tenang?” Tanya Syema.

Perempuan itu mengangguk pelan dan mengusap mulutnya dengan telapak tangannya. Kemudian Syema menambahkan, “Tarik nafas yang dalam lalu keluarkan. Tarik lagi dan keluarkan” Perempuan itu mengikuti arahan Syema untuk melakukan apa yang Syema katakan. Perempuan itu melakukannya berulang-ulang, hingga suara nafasnya yang tersengal-sengal sudah tidak kedengaran lagi. Tangannya yang tadinya dingin sudah kembali hangat.

Syema membawanya ke shelter Rohani yang berada tepat di bagian belakang kantor ini. Tempat itu dijadikan sebagai penampungan bagi para perempuan yang mengalami kekerasan. Syema membawanya ke sebuah kamar bercat putih dengan gorden merah jambu. Kamar itu dilengkapi sebuah lemari kain dari plastik dengan dua buah kursi lengkap dengan tempat tidur dan kasur kapuk dengan alas putih. Suara detak jam sangat jelas terdengar di ruangan itu, mungkin karena hening. Dari helaan nafas perempuan itu sangat kelihatan bahwa detak jantung perempuan itu jauh lebih kencang dari detak jam ini, suara nafasnya sesekali masih terdengar berat karena sesekali perempuan itu menarik nafas dalam hingga beberapa detik lalu menghembuskannya. Sementara Syema meletakkan tas kain biru itu ke dalam lemari.

“Baringkan saja dulu bayinya”

Perempuan itu melepaskan kain gendongan yang melingkar dibahunya dan meletakkan bayinya pelan di atas tempat tidur agar tidak terbangun. Perempuan itu mengusap leher dan wajahnya dengan gendongan bayi yang baru saja ia lepaskan.

“Nama kakak siapa dan ada masalah apa?”

“Saya Tika dan anak saya Arjuna. Saya baru saja melarikan diri, Bu” ujarnya masih dalam keadaan tegang dengan tangan gemetar.

“Melarikan diri? Kenapa, Tik?”

Lihat selengkapnya