SYEMA WEGARI

Elisabeth Purba
Chapter #16

Mencari Persembunyian

Jantung Syema sudah berdegup kencang sebelum menemui ibu Suwarni. Ia khawatir kalau sesuatu yang buruk menimpa si ibu.

“Desa Denai Lama Pantai labu Deli Serdang. Apa kau sudah catat alamatnya, Syem?”

“Ya sudahlah, Jo ... masa belum. Gimana kita mau jalan kalau belum ada alamatnya. Telepon aja ibu itu, Syem, biar kita tak tersesat”

“Apa kau pikir aku bodoh? Aku udah nelepon berkali-kali, HP nya tak aktif”

“Jangan-jangan kasus fiktif”

“Fiktif? Belum apa-apa sudah ngasal. Ahhh kamu kebanyakan nonton drama, mana ada orang mau ngarang cerita kayak gitu”

“Siapa tahu aja ... orang -orang sekarang kan sudah pada gila”

“Udah diam aja ... jalan aja terus sebentar lagi pasti ketemu”

“Ketemu gimana? Semua sawah. Jangan-jangan tidur di sawah ibu itu”

“Jo ... dalam keadaan begini ga ada enaknya ngelawak. Pelawak sudah ga laris lagi. Cukup bawelnya. Memang ya, dari semua pengacara yang kukenal tak ada yang tak cerewet, semua banyak cakap”

“Kalau nggak banyak cakap bukan pengacara namanya, Syem, itu namanya pilot”

“Ngasal”

“Beneran, Syem, pantatku udah panas nih dari tadi di atas motor ini. Berhenti bentar ya ...minta air dong”

“Buruan, Jo, itu ada orang, kita tanya aja”

“Kamu aja”

“Jauh tahu, Jo, keringatan aku nih. Cepetan” Syema menarik Jo yang tengah asik memandangi sawah sambil meneguk air minum.

“Cepat naik”

“Iya, sewot amat”

“Ini penting, Jo, ini urusan hidup dan mati seseorang”

“Ealah ... kau cuma bisa membesar-besarkan”

Seorang ibu berpenutup kepala dengan arit di tangannya sedang berjalan melintas di depan mereka. Syema mengeluarkan secarik kertas dari dalam kantong bajunya, “Bu, tahu alamat ini?”

“Tuh di sana, jalan aja terus, Dek. Nanti ada simpang 4, lalu belok kanan, di situ ada rumah besar bercat hijau. Ada peternakan ayamnya” tukasnya keras menunjuk jalan dengan arit.

“Ohhh ... makasih, Bu” jawab Syema tegang melihat arit yang diayunkan.

Mereka menyusuri jalan sesuai petunjuk. Tempat itu ditumbuhi bonsai kuning yang dijadikan pagar mengelilingi rumah itu. Selain itu ada beberapa pohon mangga yang tumbuh menjulang dengan buah yang masih mengkal. Angin yang berembus menerbangkan daun-daun mangga kering hingga berserakan di halaman. Bukan hanya itu, beberapa buah mengkal yang tidak bertahan di ranting juga ikut jatuh ke tanah.

“Nggak ada orang, Syem”

“Di dalam kali”

“Coba panggil!”

“Permisi ... permisi!” teriak Syema

Seorang perempuan paruh baya tanpa alas kaki dengan sarung batik dililitkan di pinggang menyambut mereka dari arah belakang. Perempuan itu sedang mengunyah sirih sehingga bibir dan giginya memerah.“Ya ... mau apa nak-ku?” Ujarnya sembari menggulung rambutnya yang panjang.

“Bu, apa benar ini Desa Denai Lama nomor 30?”

“Ya ... ada apa, Nak?”

“Apa ada yang namanya Suwarni?”

“Suwarni” Tukas ibu itu sambil mikir. “Ohhh yang rambut panjang itu. Orangnya kurus kan?”

Lihat selengkapnya