SYEMA WEGARI

Elisabeth Purba
Chapter #19

Peringatan Hari Perempuan

“Apa jadi turun ke jalan?” tanya Jo menatap Syema serius.

“Pertanyaan macam apa itu?”

“Aku tanya, jadi apa nggak?”

“Jadi lah”

“Apa aku harus ikut?”

“Kalau kau tak mau tak usah”

“Tapi ...”

“Sudahlah, Jo, kalau kau merasa bukan bagian dari perjuangan perempuan, stop saja, jangan libatkan dirimu terlalu jauh untuk tahu masalah perempuan. Kau bisa gila nanti”

“Kok jadi ngomong gitu, Syem? Sensi amat”

“Benarkan apa yang kubilang. Perempuan itu ribet, jangan campuri hidupmu mengurusi masalah perempuan”

“Kok jadi lari pembahasan kita, Syem. Aku kan cuma nanya jadi atau nggak turun ke jalan menyampaikan aspirasi”

“Aku tadi sudah bilang, itu jadi, apa kau mau dibatalkan?”

“Ahh, nggak ngerti ngomong samamu. Kalau ada masalah pribadi jangan bawa-bawa ke kerjaan, jadi nggak sehat”

“Siapa yang punya masalah?”

“Ya kamulah”

“Sok tahu kamu, Jo. Tuh udah pada ngumpul, apa kau masih mau di sini?”

Syema mengambil tasnya dan memakai atribut pengikat kepala berwarna ungu dengan baju putih sebagai dress code.

Syema dan Jonathan berada dalam satu mobil kantor bersama Martha, Sarma dan Lida.

Jonathan memandangi Syema dengan sinis. Jo masih tampak kesal dengan ucapan Syema tadi. Entah apa yang merasuki perempuan itu, Jonathan membatin kesal.

Mereka turun di lapangan tempat diadakannya penyampaian aspirasi. Masih tampak kesal, Jonathan turun diikuti oleh Syema dan yang lain.

Syema mendekati para dampingan yang sudah siap dengan spanduk di tangan dan juga beberapa aspirasi yang ditulis di karton. Syema menyalami mereka satu persatu hingga Syema memeluk seorang ibu. Yang masih terngiang di benak Syema bahwa si ibu itu begitu kuat menghadapi permasalahan yang sebelumnya Syema bantu.

Si suami meninggalkan si ibu dan menikah lagi. Waktu itu si ibu bekerja sebagai seorang TKI. Bahkan anaknya yang berumur 2 tahun waktu itu di jual bapaknya entah ke mana. Si ibu waktu itu depresi berat, hingga butuh waktu enam bulan untuk si ibu menemukan anaknya. Selama masa pencarian itu, Syema membantunya dengan memberikan konseling agar lepas dari depresi yang menimpanya. Kini si ibu bekerja sebagai buruh cuci untuk menyambung hidup.

Spanduk aspirasi sepanjang 3 meter yang bertuliskan Hapuskan Diskriminasi dan Kekerasan Terhadap Perempuan sudah terpampang jelas.

Selain itu salah satu karton aspirasi juga ikut meramaikan aksi itu Perempuan bergerak melawan diskriminasi, intoleransi dan pemiskinan.

Sebelum aspirasi disampaikan oleh seorang orator. Ada teatrical singkat yang diadakan oleh para perempuan pejuang hak. Mereka bermain peran singkat dengan memakai jubah putih dengan wajah yang ditutupi topeng. Teatrical itu menceritakan tentang beban ganda yang dialami perempuan. Beberapa dari pemeran membawa panci, kasur, sapu dan perlengkapan dapur yang diletakkan di atas punggung sambil menggendong boneka. Ada yang memakai tas kerja sembari menyuapi patung boneka laki-laki. Aksi itu menunjukkan keprihatinan terhadap beban ganda yang harus dijalani seorang perempuan.  

Kegiatan serupa menjadi agenda wajib tahunan bersama para perempuan dan lembaga yang peduli terhadap isu perempuan.

Lihat selengkapnya