“Selamat siang, Lembaga Boru Na Gogo dengan Sarma”
“Hallo Sarma, ini Binsar. Mau ngomong sama Syema”
“Syem, ada telepon dari Binsar” Teriak Sarma dari ruangannya.
“Oke, Sar, bilang tunggu ya. Nanggung nih. Atau bilang aja sama Binsar untuk nelepon 15 menit lagi”
“Hallo, Bin, nanti aja hubungi ya, Syema lagi sibuk”
Jo tengah berbincang dengan Syema, mereka sedang membuat kliping data korban kasus kekerasan dari koran. Data itu mereka gunakan setiap tahunnya untuk melihat jumlah kasus kekerasan yang dialami perempuan.
“Apa tabelnya sudah selesai, Syem?” tanya Jo sambil melihat koran sebagai acuan untuk pengisian tabel.
“Udah mau kelar. Oke kamu sebut inisial korban, usia, dan kasus yang dihadapi”
“S-18 tahun-pelajar, dianiaya pacar karena tidak mau melakukan hubungan seksual. Awalnya pelaku meminta berkali-kali, namun korban menolak, hingga pelaku lepas kendali dan menganiaya korban dengan melemparkan helm ke kepala korban hingga tidak sadarkan diri. Kejadian ini sudah ditangani pihak berwajib”
“Lanjut”
“G-45 tahun-ibu rumah tangga, dianiaya suami karena tidak memberikan sejumlah uang untuk membeli minuman keras. Korban dipukuli dengan benda tumpul di bagian kepala dan badan. Korban masih dirawat di rumah sakit. Pelaku masih dalam pencarian”
Setelah lima belas menit, telepon kembali berdering. Sarma memanggil Syema, “Telepon dari Binsar lagi, Syem”
“Sebentar, Jo, aku harus terima telepon dari Binsar. Kayaknya penting nih” Seru Syema menepukkan koran ke bahu Jo.
“Hallo, Bin”
“Syem, datang ke kantor ya. Ada limpahan kasus”
“Sekarang?” ujar Syema sembari mengetukkan ujung penanya di meja telepon.
“Ya”
“Oke, aku datang” jawabnya antusias.
Syema tergesa-gesa mengambil tas dan melangkah keluar dari ruangannya. Tiba-tiba ia terhenti mendengar ucapan Binsar.
“Mau ke mana, Syem? Kerjaan kita belum tuntas” tanya Jo kesal mendekati Syema.
“Ada urusan” sahut Syema lugas.
“Kok buru-buru gitu”
“Ada kasus limpahan dari Binsar”
“Apa harus sekarang?”
“Ya, kayaknya mendesak. Aku harus pergi”
“Selama itu urusan kasus yang mau ditangani. Aku harus ikut”
“Apa sebegitunya?”
“Kak Donta kan bilang begitu”
“Nggak perlu ikut. Aku akan memberitahumu nanti”
“Sebaiknya aku ikut, biar aku bisa langsung menganalisa untuk solusi yang akan kita ambil”
“Apa sebegitu memaksanya?”
“Aku bukan memaksa, tapi ini namanya dedikasi terhadap tanggung jawab”
“Memangnya job desc mu juga dikatakan bahwa kau harus mengikutiku ke mana saja aku pergi, ya?”