Syifa: The Untold Story

aliaputri
Chapter #7

Pria Berseragam Cokelat

Apakah yang terbuka, akan selalu menjadi hina? Lantas bagaimana dengan mereka yang santun kata, namun dalam hati berdusta?

— Faraz 'Moli'

Mata Moli melebar sempurna melihat Keenan, sementara yang ditatap hanya menunjukkan ekspresi datar tanpa peduli. Ia memasang helm, lalu mengisyaratkan pada Moli untuk naik ke atas motor miliknya.

"Jawab gue, elu siapa?" Moli memaksa. Wajahnya begitu tegang, takut kalau Keenan akan menangkapnya.

Keenan tampak berpikir sejenak. Ia bingung harus menjawab apa.

"Hei, lu—"

Baru saja Moli ingin bicara, tiba-tiba salah seorang polisi menghampiri Keenan. Ia memberi hormat pada lelaki itu.

"Lapor, Komandan. Operasi penyergapan telah selesai dilaksanakan," ungkapnya seraya melirik ke arah Moli. Membuat yang ditatap bergidik ngeri, lalu memalingkan wajah ke tempat lain.

Keenan yang menyadari ekspresi tanda tanya anak buahnya, langsung menjawab, "Dia tidak ada hubungan dengan orang-orang di dalam. Biarkan jadi urusan saya. Sekarang, bubarkan pasukan!"

"Siap, Komandan!" Ia memberi hormat pada sang atasan, sebelum akhirnya berjalan ke dalam club kembali.

Iya, Keenan merupakan seorang polisi. Dia adalah komandan satuan Reserse, dan dia juga yang memerintahkan operasi penyergapan yang terlaksana malam ini. Itulah sebab kenapa orang berseragam tadi memanggil ia demikian.

Moli yang menyaksikan percakapan itu, menjadi bungkam. Ia takut jika melawan, Keenan akan menangkapnya. Saat dilihatnya perhatian Keenan teralihkan oleh anak buahnya, ia berjingkat-jingkat, mencoba lari. Nahas, sang lelaki dengan cekatan menarik lengannya, membuat langkah Moli terhenti.

"Mau ke mana?" Suara bariton Keenan terdengar begitu mencekam untuk Moli, terlebih dengan ekspesi yang sama sekali tak berubah. Datar.

Moli hanya meringis dan pasrah. Dengan langkah gontai, perempuan itu duduk di atas motor. Mereka melaju meninggalkan Paradise Night Club.

Di tengah perjalanan, motor Keenan tiba-tiba mogok.

"Kayaknya bensin habis, Mbak," ucap Keenan datar.

"Mbak-mbak, gue bukan Mbak, lu!" Moli menggerutu. Ia mencebik.

"Sorry, maksud saya, Moli."

Keenan menatap dengan tatapan dingin, menunggu beberapa detik agar Moli turun. Namun, yang ditatap sama sekali tak paham. Kemudian, ia menginstruksi wanita itu sekali lagi untuk turun.

Lihat selengkapnya