Syifa: The Untold Story

aliaputri
Chapter #9

Tentang Yang Lalu

Di suatu tempat, di kota Jakarta. Dua orang paruh baya datang menemui Keenan di kantor. Salah satu di antaranya duduk terkulai di atas kursi roda. Pandangan kosong, suara tak terdengar.

"Tolong kami, Pak." Salah satu yang masih sanggup bicara, bersuara dengan lemah. Retina pun mulai basah.

Keenan yang baru keluar dari ruang kerja, menatap penuh rasa iba. "Ada apa, Pak? Panggil saya Keenan."

Kemudian mereka berbincang di dalam ruangan Keenan. Tentu saja lelaki itu yang meminta. Keduanya lalu menjelaskan apa maksud dan tujuan. Keenan mendengarkan dengan saksama. Penjelasan yang diiringi dengan derai air mata penyesalan. Hingga sebuah pertanyaan terlontar. "Bagaimana bisa Anda yakin kalau anak itu ada di sini? Bukankah dia menghilang dua puluh dua tahun lalu di Jambi?"

Keenan, si empunya suara bertanya pada lelaki paruh baya di depannya. Keningnya sampai berkerut karena ikut berpikir.

"Kabar terakhir yang kami dapat, seseorang melihatnya di kota ini, Pak."

Arghi Algustav, lelaki paruh baya mengusap air yang tersisa di ujung mata. Di sampingnya, Lita—sang istri—masih bungkam. Ia tak bersuara sama sekali. Hanya air mata

"Lalu?" tanya Moli di tengah perbincangan. Ia penasaran dengan ibu yang cuma diam itu.

Keenan mendengkus sebentar, tatapan masih lurus ke depan. "Beliau dalam kondisi yang tidak baik."

Semburat khawatir tiba-tiba muncul di mata Moli. "Maksud lu sakit? Sakit apa?" tanyanya sedikit tak sabar.

"Bukan sakit fisik, melainkan psikis. Suaminya bilang, beberapa tahun setelah anak mereka menghilang, beliau mengalami depresi."

“Tunggu dulu, sejak tadi lu bicara tentang kehilangan. Gue masih belum paham. Gimana ceritanya anak sekecil itu bisa sampai hilang coba? Orang tuanya ngapain aja?”

“Kamu ingin tahu penyebab awalnya?”

“Ya ... ya iyalah. Lu dateng ke sini karena butuh bantuan gue, ‘kan?”

Keenan mengangguk pasti.

“Itu berarti gue harus tahu ceritanya.”

Keenan menarik napas, lalu mulai bercerita.

“Sebenarnya keluarga mereka cukup bahagia pada saat itu. Anaknya juga tumbuh seperti anak normal pada umumnya. Namun, semua masalah datang setelah Pak Arghi meminta Barry untuk tinggal dengan mereka.”

“Barry?”

Lihat selengkapnya