Syifa: The Untold Story

aliaputri
Chapter #10

Di Luar Dugaan

Gerald membuka mata perlahan, meregangkan otot-otot yang menegang. Ia mendapati tubuhnya berbaring di sebuah kamar bernuansa serba abu dengan sentuhan dekorasi yang sangat maskulin. Tentu saja dia mengenal kamar ini, kamar yang selalu jadi tempat peristirahatannya dikala malam.

Kemudian, ia menyingkirkan selimut putih yang menutup sekujur raga. Saat hendak bangkit, kepalanya terasa begitu berat membuatnya merintih kesakitan.

Sekelebat memori tentang kejadian tadi malam melintas dalam ingatan.

"Mas ... ayo bangun. Ojo turu1!" seru seseorang.

Pemuda itu membopong Gerald dengan perlahan. Dalam keadaan hampir tak sadar, Gerald masih bisa mendengar suaranya.

"Mas, epartemen sampeyan tadi di mana?" tanyanya ketika supir taksi meminta alamat tujuan. Gerald yang masih bersandar di punggungnya, merogoh saku jas, lalu memberikan sebuah kartu nama pada pemuda itu.

"Nah iki, Pak. Tolong anter kami ke alamat iki."

Taksi melaju menuju ke tempat yang dimaksud.

Gerald mengaduh memegangi pelipis yang sakit.

Pandangan lelaki itu teralih ketika melihat bayangan yang terpantul pada cermin besar di dekat kasur. Ia menatap dari atas hingga ke bawah, heran karena setelan jas lengkapnya telah berganti.

"Siapa yang gantiin baju gue? Apa gue sendiri, ya?" Monolognya.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Seorang pria asing muncul, membawa nampan berisi sepotong roti dan segelas susu. Ia menghampiri Gerald yang bingung.

"Wes tangi2, Mas? Nih, saya bawain sarapan buat Mas. Tadi mau buatin teh, tapi nemunya cuma ini. Sayang ya, dapur mewah tenan, tapi kok ya ndak ada isi." Suara medoknya memelan di ujung kalimat.

Gerald mengerutkan kening.

"Ojo bingung, Mas. Tadi malam Mas mabuk berat, jadi saya bawa ke sini. Itu juga karena sampeyan yang minta, Mas."

Pemuda itu menyodorkan nampan ke depan Gerald. Sembari meraih segelas susu, Gerald bertanya, "Siapa lu? Berani-beraninya masuk rumah gue."

Pemuda yang ditanya, meletakkan nampan di atas nakas. Ia mendekati Gerald kembali dengan tangan terulur.

"Perkenalkan, saya Ngatimin Prederiko. Pemuda Jawa tampan mirip artis Pernando Jose. Saya iki berdarah plasteran, loh, Mas." Dengan pede-nya ia memperkenalkan diri. Senyuman pun mengembang memperlihatkan gigi-gigi putihnya yang rapih.

Gerald hanya menatap remeh. Ia memberikan gelas yang telah kosong pada Ngatimin.

"Plasteran apaan? Mulut lu kali tuh, kudu diplaster." Gerald dengan kasarnya berucap, membuat Ngatimin menelan ludah.

Lihat selengkapnya