Symphony After the Storm

Natasya Regina
Chapter #11

11. Dimulai dengan Hati, Disampaikan dengan Rasa

Di hari terakhir Seana bekerja di Kedai Kopi Hana, suasana kedai terasa lebih tenang dari biasanya. Lampu-lampu di sudut ruangan memancarkan cahaya lembut, menciptakan suasana yang nyaman dan santai setelah dua minggu kerja yang padat. Sementara Seana sedang membereskan perlengkapan musik dan menyiapkan catatan untuk malam terakhirnya, ponselnya tiba-tiba bergetar, menandakan panggilan masuk.

Dengan penasaran, Seana melihat layar ponselnya yang menampilkan nomor yang tidak dikenal. Ia mengangkatnya dengan hati-hati, "Selamat malam, Seana," sapa suara di balik panggilan dengan nada yang ramah.

"Selamat malam," jawab Seana, mencoba mengenali suara tersebut.

"Saya Johan, yang waktu itu menawarkan kamu untuk tampil di acara pernikahan saya," jelas lelaki itu, suaranya terdengar familiar namun Seana belum bisa sepenuhnya mengingat.

"Oh iya, aku ingat sekarang," Seana menjawab, mencoba menenangkan dirinya.

"Besok tolong datang ke kantor saya ya, tidak jauh dari kafe ini," Johan melanjutkan dengan nada yang agak mendesak namun tetap sopan.

"Dimana tepatnya?" tanya Seana, ingin memastikan lokasi yang dimaksud.

"Mond Atelier," jawab Johan.

Seana berpikir sejenak. "Baik, saya akan datang besok. Tapi sore ya," usul Seana.

"Kenapa sore?" tanya Johan, tampaknya penasaran.

"Saya harus sekolah dulu besok," jelas Seana, "Kalau sore, saya bisa segera ke sana setelah sekolah selesai."

"Oh, masih sekolah ya? Baik kalau gitu," jawab Johan dengan pengertian.

Panggilan telepon itu pun diakhiri dengan beberapa kata perpisahan. Seana meletakkan ponselnya dengan perasaan campur aduk. Meski hari terakhirnya bekerja di kedai kopi terasa menyenangkan, perhatian Seana kini terfokus pada kesempatan yang baru saja muncul.

Keesokan harinya, setelah menjalani hari sekolah yang melelahkan, Seana bergegas menuju Mond Atelier. Lokasi yang dijanjikan Johan tidak jauh dari kedai kopi, namun ia tetap perlu memastikan waktu yang cukup untuk bersiap. Dengan semangat dan sedikit rasa gugup, Seana berharap pertemuan tersebut akan memberikan kepastian dan kesempatan baru untuknya.

Pernikahan yang direncanakan Johan untuk bulan depan memberikan waktu yang cukup bagi Seana untuk mempersiapkan diri. Meskipun ia merasa sedikit tertekan, setidaknya ia bisa menyusun rencana dengan baik dan memastikan bahwa penampilannya nanti akan berjalan dengan lancar. Dengan harapan dan keinginan untuk tetap produktif, Seana merasa siap menghadapi tantangan baru ini dan menyambut kesempatan yang ada di depannya.

***

Ruang sidang di pengadilan tampak sepi dan formal, suasana tegang memancar dari setiap sudut. Dinding-dindingnya berwarna abu-abu pudar, dengan meja-meja panjang yang dikelilingi oleh kursi-kursi hitam. Di depan ruang sidang, ada meja hakim yang berisi berkas-berkas hukum dan di belakangnya, kursi pengadilan yang tinggi dan berwibawa. Lampu-lampu neon berpendar di langit-langit, memberikan cahaya dingin yang menyelimuti ruangan.

Wulan duduk di kursi penggugat, penampilannya menunjukkan keteguhan dan kelelahan yang mendalam. Dia mengenakan gaun hitam sederhana dan berambut rapi, dengan mata yang memancarkan tekad dan kesedihan. Di sampingnya, pengacara Wulan memeriksa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kasus ini, siap untuk memberikan argumen yang kuat. Di seberang meja, Jono duduk sebagai tergugat, wajahnya menampilkan ketidakpedulian dan kemarahan yang tertahan. Dia mengenakan jas yang kusut dan tampak tak nyaman, matanya sesekali menatap sinis ke arah Wulan.

Lihat selengkapnya