
Elara bahkan tidak sempat menjawab, Arion sudah pergi meninggalkan kafe. Baru dia ingin mengumpat, tapi orang itu bisa dengan mudah meninggalkan dia disana. Menyedihkan, ya menyedihkan.
Elara tidak pernah kalah bertanding ketika saling melempar sarkas, dan kali ini, ia seakan menemukan lawannya. Tapi—melihat Arion tidak di atas panggung ternyata, cukup— “Eh, terpesona ya lo?”
Elara terkejut mendengar ucapan Maya. “bukan terpesona, kaget aja liat dia beda aja sama biasa dia di panggung.”
“Hmm, bilang aja terpesona,” ucap Maya sambil kembali melanjutkan makan, namun tiba-tiba dia mengangkat tangannya, dia melambai. Elara pun menoleh kebelakang, melihat kepada siapa Maya melambaikan tangannya.
Sosok laki-laki memakai jaket kulit menenteng helm full face berjalan ke arah mereka. Namanya, Rio Nugraha merupakan kakak tingkat mereka berdua sekaligus juga mentor yang bertanggung jawab kepada Elara.
Ada sistem di kampus mereka bahwa setiap mahasiswa akan dipasangkan dengan senior yang berada satu tingkat di atas mereka. Senior ini bertanggung jawab untuk mengajarkan kultur belajar, memberikan catatan tahun sebelumnya, dan juga membantu dalam mengerjakan tugas, layaknya seorang Mentor.
Setiap tahun hal ini pasti dilakukan, dan semua orang akan mendapatkan giliran. Rio di pasangkan dengan Elara, sedangkan Maya dengan Dion, semua di dapat dari sistem undian, semuanya benar-benar random.
Kedekatan antara Senior dan Junior juga terkadang mengundang banyak tanya diantara banyak siswa lain, seperti apa ada yang terlibat kisah romantis, apa ada yang berujung dengan pertengkaran atau berakhir menjadi teman baik.
Salah satu yang memiliki hubungan pertemanan platonik adalah Rio dan Elara, meskipun orang disekitar mereka mengatakan mereka seperti pasangan, namun Elara menganggap Rio seperti kakaknya sendiri.
“Lara, tugas kamu kenapa lagi?” ucap Rio sambil mengelus kepala Elara dan menatap matanya.
“Ah udahlah gak usah omongin itu, capek tahu, aku emosi lama-lama,” jawab Elara sambil mendorong piringnya ke hadapan Rio.
Dengan santai seperti sudah terbiasa, Rio mengambil sendok dan garpu lalu mencoba menggulung carbonara itu dan menyuapi Elara.
“Duh, gerah banget ye, jadi nyamuk diantara kalian berdua,” Maya kembali menjadi orang yang melihat betapa menyebalkan kedua orang ini yang selalu bersikap romantis tapi tidak memiliki hubungan apa-apa. “Tangan perasaan baik-baik aja itu tadi,” sindir Maya lagi.
“Ngiri aja lo, minta Dion lah buat nyuapin lo.”
“Haduh, si Don juan itu? Mending cukup di kampus ajalah gue ketemu dia, ngeri Bang kalau ketemu dia di luar kampus.”
“Emang Dion, Don Juan?” tanya Elara.
Rio mengangkat kedua bahunya dengan cepat. “Gak paham, tapi kata anak-anak sih gitu, masalahnya dia di kampus tuh berwibawa banget, jadi opini publik sekarang tuh terbelah.”
“Mmm …. Gitu.”
“Gak usah ngomongin dia dulu, kamu kenapa lagi itu tugas dari Mas Aria?”
Elara justru menggelengkan kepalanya, dia tidak mau bicara tentang tugasnya, dia tidak mau melibatkan Rio, dia masih ingin berjuang sendiri untuk bisa mengerjakan tugasnya dengan baik. Elara paham betul, jika Rio membantunya dia pasti bisa menyelesaikan tugasnya, tapi di kehidupan nyata nanti, ketika dia berkarya, tidak mungkin Rio akan terus membantunya.
Rio bagaikan seorang kakak yang tidak pernah ia miliki, Rio memiliki senyum yang cerah, ketika dia tersenyum, wajahnya pun ikut bersinar terang, menyebarkan vibe positif ke sekelilingnya.
Perlakuan Rio kepada dirinya, jangan pikir Elara juga tidak menyadarinya, melihat seluruh senior memperlakukan juniornya, tidak banyak yang seperti Rio dengan Elara.
Rio rela untuk membantu Elara mengabari dosen jika dia terlambat, menjadikan dirinya sendiri sebagai alasan jika Elara terlambat mengerjakan tugas. Memberinya banyak pandangan dan selalu melibatkan dirinya dalam banyak hal sehingga Elara bisa mengumpulkan banyak pengalaman dan nilai tambah.
Banyak yang iri pada Elara, tak banyak juga yang akhirnya mengira bahwa Elara memanfaatkan Rio yang juga merupakan senior idola, wakil ketua perwakilan mahasiswa, sudah menginjakan kakinya di rumah produksi besar, bahkan kelulusannya sudah di tunggu.
Beberapa kali harus bolos kelas karena ikut syuting atau ikut tur salah satu band ternama untuk menjadi stage manager. Kehidupan Rio jauh dari kata istirahat. Tapi dia masih tetap menanggapi seluruh kehebohan Elara dan manjanya dia, termasuk menyuapinya jika sempat.
“Oh iya bang, gue disuruh nanya sama Dion, acara On-Off Fest gimana?” ucap Maya.
“Gimana apanya? Mentor lo itu ya, gue udah bilang suruh undang ini, undang itu, kagak ada yang dia kerjain, gue bukan panitia loh padahal, dia nyuruh gue jadi Stage Manager tok tanpa jadi panitia.”
“Lo telfon dia deh, nih dia bilang gue,” Maya menunjukan ponselnya, ada pesan singkat dari Dion. Lagi sama Lara kan? Suruh Rio telpon gue.