Aku berjalan tergopoh-gopoh menuju ruang belajar, di sebuah co-working space di sekitar Jalan Dago. Kelas bootcamp UX Design ini diadakan di setiap hari Sabtu pagi, jam 10.00 selama empat kali pertemuan. Kelas ini aku beri tema 'Find the weak spot in your team and solve the right problem as a designer'. Tujuan dari kelas ini khususnya untuk membantu para designer yang bekerja di startup baru atau early-stage dimana posisi desainer biasanya cukup 'berjuang' dalam pekerjaannya. Apalagi jika posisi desainernya hanya sendirian. Berbekal pengalaman pernah bekerja di 2 perusahaan kecil sebelumnya dan juga pengalaman bekerja dengan kondisi cukup ideal di perusahaan yang lebih besar, Beliapa.com, aku mencoba memadukan berbagai kemungkinan-kemungkinan masalah dalam tim lalu bagaimana jika disesuaikan dan diadaptasi dengan solusi-solusi yang ideal dengan kondisi terbatas tersebut. Tentu solusinya juga tidak akan ideal, tapi bagaimana caranya sebagai desainer bersama tim supaya bisa adaptif dan efektif ketika menyelesaikan masalah. Alhamdulillah, yang ikut ada sekitar 7 siswa perempuan dari beberapa startup dan ada juga yang baru lulus kuliah.
"Assalamualaikum ...," sapaku kepada para peserta. Terlihat ketujuh peserta bootcamp yang rata-rata memang terlihat tampak agak sedikit lebih muda daripada aku, seperti masih baru lulus kuliahan atau bahkan masih kuliah/sekolah. Aku langsung memulai presentasi pengajaran desain dan diselingi beberapa tugas kecil yang dilakukan baik sendiri maupun bersamaan. Peserta bootcamp di bidang tech memang biasanya semangat penuh antusias. Tidak bisa dipungkiri bidang teknologi masa kini seringkali menawarkan gaji yang cukup fantastis, walaupun resikonya juga besar. Karena kultur dan model bisnisnya tidak sekokoh BUMN ataupun PNS. Jadi PHK bisa terjadi kapan saja, bahkan SP pun bisa dikeluarkan secara semena-mena. Ngeri memang. Sedangkan bidang desain apalagi UX Design ini yang memang banyak menawarkan kesempatan kerja di bidang teknologi ya memang startup atau tech digital company walaupun perusahaan-perusahaan lama mulai go digital juga termasuk pemerintahan. Tapi tetap saja jatuhnya bukan sebagai pegawai tetap rata-rata kalau di perusahaan non-digital, karena divisi digital ini termasuk baru dan masih penyesuaian.
Selepas shalat dhuhur, aku memang sedang mengistirahatkan kelas dulu sejenak. Panitia pun menyediakan makan siang berupa nasi box untuk mentor dan peserta. Sebelum makan siang setelah shalat, aku pergi ke toilet, dan terlihat memang toilet cukup antre walau tidak sampai berdesakan seperti di mall di saat weekend. Kulihat ada sekitar 3 orang peserta perempuan yang berpakaian kerudung syari juga. Akhirnya kami berbasa-basi sedikit mengobrol.
"Teh, di Beliapa.com sudah lama?" tanya salah seorang peserta bootcamp bertanya. Kami sedang antre di dekat pintu toilet, untungnya ada beberapa tempat duduk. Jadi tidak terlalu sempit.
"Oh lumayan, sudah sekitar ... mau 2 tahun." kataku sembari tersenyum dan entah kenapa aku terbersit pikiran bahwa sebetulnya selama hampir 2 tahun itu pakaianku tidak syari sejak awal, hanya saja para peserta ini tidak tahu. Anak yang barusan bertanya ini parasnya memang manis, mungkin kira-kira sekitar 2-3 tahun lebih muda daripada aku.
"Oya, sorry, tadi namanya siapa? lupa ... "
"Sari, teh ... " katanya menjawab sambil tersenyum ramah hingga menimbulkan lesung pipit pada pipinya.
"Berarti ... teteh kenal Rony ngga, teh?" katanya sambil masih tersenyum manis. Anak ini memang wajah default-nya seperti nya tersenyum manis dan jarang murung.
Deg!
Hatiku langsung berdegup, agak sedikit gugup tapi masih berpikir positif. Kayanya adiknya, deh atau saudaranya. Wah, tahu ngga ya dia kalau aku sempat menawarkan diri ke Rony, batinku menjerit.
"Ooh .. hmm ... Rony, engineer ya, ... kenal ... tapi ngga satu tim, sih, dulu sempat satu tim tapi sebentar banget." kataku agak pura-pura mikir sedikit dulu dengan penambahan 'hmm'.
"Ooh ... " Sari menimpali masih dengan senyum manis antusiasnya.
"Kenapa? saudara? teman?"
"Hmm, bukan ..." masih saja Sari tersenyum, kali ini malah tersenyum malu.
Kulihat bilik toilet yang sedang kami tunggu sudah kosong, lalu aku mempersilakan Sari untuk duluan, tapi Sari mempersilakan aku duluan. Sembari aku beranjak menuju bilik toilet, Sari meneruskan jawabannya sedikit.
"Calon teh, ... insya Allah calon suami."