Tabu di Tanah Tuba

Ariyanto
Chapter #22

Buah Perjuangan

Solo, Sabtu 5 Agustus 2023

Wira meraih tangan Anjani dan mengajaknya segera berlalu dari keramaian di sana. Acara gala dinner yang digelar Harian Dinamika di Hotel Alila itu belum selesai, namun Wira merasa dirinya lebih dibutuhkan di shelter daripada berlama-lama di acara itu. Keduanya lalu menerobos beberapa kerumunan kecil tamu yang hadir dalam acara itu. Belum sampai pintu keluar, tiba-tiba ada suara memanggil Anjani.

“Mbak Jani … tunggu sebentar.”

Anjani dan Wira berhenti, lalu menoleh ke arah suara. Seorang laki-laki dengan tampilan klimis dan memakai batik lengan panjang rapi menuju ke arah mereka. “Mas Wira dan Mbak Jani, nggak nunggu acara selesai?” sapa laki-laki itu dengan ramah.

“Wira, ini Mas Tejo Sukarman. Kalau dulu aku mengenalnya masih menjadi redaktur, sekarang sudah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Harian Dinamika. Mas Tejo, kenalkan ini Wira,” kata Anjani. Wira mengulurkan tangan ke arah Tejo.

“Siapa sih yang nggak kenal Mas Wira. Oya, Mas … sebelumnya selamat telah memenangkan penghargaan sebagai tokoh inspiratif 2023 Harian Dinamika. Jangan pulang dulu dong … kan belum makan-makan, belum ngobrol-ngobrol,” bujuk Tejo.

“Maaf Mas Tejo, tadi niatnya memang hanya terima penghargaan lalu pulang. Mohon maaf sekali, tapi kebetulan ada anak di shelter yang lagi demam. Saya jaga-jaga saja kalau kehadiran saya diperlukan,” tolak Wira halus.

“Oh begitu. Baiklah, kalau memang itu alasannya ya harus segera pulang. Kami berterima kasih karena Mas Wira sudah mau datang. Kita jadwalkan ngobrol-ngobrol lagi kapan-kapan ya? Janji lho ya?”

“Siap, Mas Tejo.”

“Oya, sebelum balik, sedikit saya pengen menyampaikan permintaan maaf. Mumpung ini sudah ada di depan mata dan ketemu langsung. Saya atas nama Harian Dinamika meminta maaf atas apa yang telah kami perbuat dulu, yang berdampak buruk bagi perjuangan Mas Wira dan Mbak Jani. Ingat kan? Tahun 2015 tulisan wartawan saya namanya Eki? Dulu saya belum sempat meminta maaf langsung ….”

Wira dan Anjani berpandangan, lalu tersenyum. Mereka kemudian teringat pemberitaan yang berdampak shelter diteror dengan bom molotov dan membuat mereka diusir dari rumah yang mereka sewa.

“Sudah lama kami maafkan. Kami tetap membutuhkan kolaborasi dengan media untuk perjuangan yang kami lakukan,” ujar Anjani.

“Oya, Eki … wartawan saya dulu, sudah dipecat tahun 2017. Integritasnya kurang dan tidak memenuhi standar kami. Dia melakukan wawancara fiktif yang membuat kami dituntut oleh seorang pejabat. Seharusnya kasus dengan Mas Wira dulu menyadarkan kami bahwa Eki ini bermasalah. Tapi saat itu kami masih belum menyadari,” kata Tejo.

“Nggak apa-apa, Mas. Saya sudah memaafkannya … setelah saya tonjok dia tentunya,” Wira tertawa disambut tawa Anjani dan Tejo. Wira dan Anjani kemudian bersalaman dengan Tejo, berpamitan untuk meninggalkan lokasi acara.

Namun, baru beberapa langkah, keduanya sudah dikerubuti sejumlah wartawan yang ingin melakukan wawancara doorstop. Mau tidak mau Wira memberikan kesempatan kepada wartawan untuk wawancara sebentar.

Lihat selengkapnya