Suara pukulan keras terdengar ketika tangan Arjuna terulur, siap menyambar sepotong piza keju yang terhidang di meja ruang keluarga. Juna mengibaskan punggung tangan kanannya yang nyeri setelah dipukul dengan kekuatan penuh.
“TARUH!” seru Yudhis, sang kakak tertua dengan garang melihat adiknya berusaha mencuri start.
Di atas meja kaca yang dikelilingi sofa empuk, sudah terhidang tiga kotak besar piza dengan enam macam rasa berbeda yang mewah. Aroma gurih nan sedap sudah menggelitik semua orang yang ada di sana.
Juna memutar bola matanya sedikit bete sambil meletakkan piza ke kotaknya kembali. Dia pun memutuskan menekan-nekan layar tablet, mempersiapkan film yang akan mereka tonton bersama. Layar monitor ukuran 43” siap menampilkan film aksi terbaru sebentar lagi.
“Kalian selalu merusak dietku!” Suara Bima terdengar memelas sambil menatap piza dengan aneka isian di hadapannya.
“Mau diet sampai sekurus apa, sih, Bim?” Bapak bergerak dari arah dapur membawa satu teko besar es jeruk. Perut buncit Bapak bergoyang seiring langkahnya yang tergesa. Meski sudah berumur 55 tahun, sisa-sisa ketampanan masih ada. Hidung mancung dengan bibir bagian bawah yang terbelah kini tertutup pipi gembul karena berat yang naik 20 kg sejak menikah.
“Berotot, Pak! Berotot!” ralat Bima sambil manyun. Cowok dengan kulit sawo matang dan wajah paling jantan dari tiga bersaudara itu tidak pernah mengerti kenapa setiap bulan, Bapak selalu mengajak mereka makan piza bersama. Meski piza itu dibuat sendiri oleh kakak tertuanya, Yudhistira, tetap saja merusak pola makan sehatnya selama ini. Namun, dia pun tidak tega untuk menolak. Lagi pula, rasanya memang selezat itu!
“Umur baru 22 kok diet segala. Mau nikah?” goda Yudhis sambil membantu menuangkan air es ke gelas-gelas.
Suara decakan terdengar jelas ketika Bima mengempaskan tubuh kukuhnya ke sandaran sofa krem dan menyilangkan tangan di depan dada. Pemuda itu memilih tidak menanggapi candaan kakaknya.
“Untuk isian piza hari ini, Yudhis kasih lebih banyak varian. Insyaallah maknyus semua!” Yudhis membagikan piring kosong dengan bangga.
“Tapi, pizanya kan nggak diisi, Yud! Ditabur! Xixixi!” Bapak tertawa dan diikuti Yudhis yang langsung mengerti kegaringan kalimat Bapak barusan.
Bima hanya bisa mengerjap bingung.
“Kalau nonton ini gimana?” Juna dengan bangga sambil menunjuk layar besar, mengabaikan semua kerusuhan di sebelahnya. Si Bungsu yang berkulit putih dan wajah paling mirip dengan Bapak itu memang sangat pandai mencari film. Semua pun langsung setuju.
“Nah, sebelum mulai, tebak dulu dong,” Yudhis mengambil posisi duduk di sebelah Bapak. “Bapak paling suka piza apa?”
Bima melirik Bapak yang dengan santai menggigit piza dengan topping pepperoni.
“Pepperoni?” jawab Bima dengan suara mengambang.
“Salah!” balas Yudhis penuh semangat. “Apa aja yang penting cheesy!” Pemuda itu menggerakkan jari tengah dan telunjuk dari kedua tangannya di kata cheesy.
“OH! XIXIXI!” Bapak tertawa lebar disusul oleh Yudhis yang mengajak ayahnya untuk tos keras-keras.
Bima memasang tampang bengong, masih tak mengerti apa maksud keduanya, sementara Juna kembali memutar bola mata malas dan memutuskan menekan tombol putar hingga film pun mulai bergerak.