Bima kini duduk di ruang tunggu sambil membuka laptop dan mulai memeriksa kembali tugas yang harus dia kumpulkan nanti. Dia berharap Juna tidak terlalu lama dan mereka bisa lekas ke kampusnya bersama. Tidak akan sempat jika Bima harus mengantar Juna pulang dulu. Lebih baik adik bungsunya itu akan dia selundupkan ke kelas saja nanti.
Sementara itu, Juna duduk tegak di kursi ruang wawancara, matanya menjelajahi setiap sudut ruangan. Ruangan itu tampak minimalis, dengan dinding bercat putih polos dan lantai yang terbuat dari keramik yang sudah agak kusam. Di sudut-sudut ruangan, ada beberapa kardus besar tersegel tulisan fragile. Tidak ada meja besar atau dekorasi mewah seperti yang biasanya ia tahu terdapat di kantor-kantor lain. Hanya ada sebuah meja ukuran sedang dengan beberapa lembar kertas berserakan di atasnya dan kursi-kursi lipat pesta yang digunakan untuk tempat duduk.
Di hadapan Juna duduk dua orang yang memperkenalkan diri sebagai Budi, seorang pria berusia sekitar 40-an dengan rambut sedikit beruban dan senyum yang tampak ramah mengawali percakapan dengan memuji latar belakang pendidikan Juna. "Lulusan SMA favorit ya? Nilai-nilaimu pun menakjubkan. Hebat sekali," katanya dengan nada antusias.
Juna tersenyum canggung. "Terima kasih, Pak," jawabnya singkat masih berusaha menyesuaikan diri dengan suasana di ruangan itu.
"Kami di sini sedang mencari seseorang yang bisa diandalkan untuk menangani quality control produk kami. Pekerjaan ini sebenarnya sangat sederhana, tapi kami butuh seseorang yang teliti dan berdedikasi," lanjut Budi dengan ekspresi masih penuh kepercayaan diri.
Juna mengangguk. Ia merasa ada yang janggal dengan suasana ruangan ini, tapi ia berusaha untuk tetap fokus pada percakapan. "Baik, Pak. Lalu, apa sebenarnya detail pekerjaan saya nanti?" tanyanya.
Mas Budi masih tersenyum sangat ramah. Justru bagi Juna terasa ramah yang berlebihan.. "Tentu, tentu. Jadi, perusahaan kami bergerak di bidang quality control. Tugas utama Anda adalah memastikan bahwa produk-produk kami yang ditaruh dalam botol plastik berukuran 20 ml, telah terbungkus dengan baik. Anda hanya perlu memeriksa tempelan packing, label, tutup segel, dan lain-lain. Semua produk ini bisa Anda bawa pulang untuk diperiksa, jadi Anda bisa bekerja dari rumah dengan lebih nyaman."
“Apa isinya, Pak?” Juna masih tampak heran. Kenapa tidak dicek langsung saat diproduksi?
“Tergantung. Ada jamu, ada obat, ada juga bahan industri. Semua berbeda-beda tergantung perusahaan apa yang meminta kantor kami.”
Juna makin tidak paham. “Semua di dalam botol berukuran sama?”
Ekspresi Budi tampak sedikit tak senang, tapi dia segera menetralkannya. "Setiap hari Anda akan diberikan sekitar 500 botol untuk diperiksa. Karena botolnya kecil, hanya perlu beberapa kardus saja untuk dibawa pulang. Kami juga menyediakan transportasi untuk mengantar dan menjemput kardus-kardus tersebut ke rumah Anda. Bukankah semua sudah dipermudah?"
Juna mengerutkan kening, mencoba mencerna informasi yang baru saja ia terima. Semua terllau tampak mudah. "Jadi, saya hanya perlu memeriksa 500 botol setiap hari?"
Mas Budi tersenyum lebar. "Benar sekali! Memang kalau murid cerdas, pemahamannya langsung masuk, ya!” Jempol pria itu terangkat. “Dan bukan hanya sederhana, tapi juga sangat menguntungkan. Kami membayar 1500 rupiah per botol yang berhasil Anda periksa. Jadi, kalau Anda bisa menyelesaikan 500 botol dalam sehari, Anda akan mendapatkan 750.000 rupiah. Bayangkan, kalau Anda bisa melakukannya setiap hari selama sebulan, penghasilan Anda bisa mencapai 22.500.000 rupiah!"
Mata Juna membelalak. Angka yang disebutkan Mas Budi terdengar sangat menggiurkan. Dua bulan bekerja, dirinya sekeluarga bisa pergi ke Bunaken! Dia bisa meminta seluruh keluarga untuk membantu melakukan quality control hingga semua pekerjaan bisa selesai lebih cepat. Sukur-sukur kalau ternyata bisa tambah kuota harian.
“Bagaimana gajinya? Kami membayar sepadan, bukan?”
"Besar sekali," gumam Juna setengah berbicara pada diri sendiri.
Budi mengangguk dengan senyum yang penuh keyakinan. "Betul sekali. Itu sebabnya kami mencari orang-orang yang benar-benar mau bekerja keras dan teliti. Dengan dedikasi yang tepat, Anda bisa meraih penghasilan yang luar biasa dari pekerjaan ini."
Namun, meskipun terdengar menarik, ada sesuatu yang membuat Juna merasa tidak nyaman. Ruangan yang terlalu sederhana, kantor yang kecil dan sempit, dan tawaran pekerjaan yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Ia mencoba untuk tetap tenang dan berpikir jernih.
"Apakah ada kontrak kerja atau kesepakatan yang harus saya tanda tangani?" tanya Juna berharap bisa mendapatkan lebih banyak informasi yang bisa membantunya membuat keputusan.
Budi membenarkan. "Tentu saja, nanti Anda akan diberikan kontrak kerja yang menjelaskan semua syarat dan ketentuan. Tapi, Anda bisa membawa pulang beberapa contoh produk hari ini untuk melihat apakah Anda nyaman dengan pekerjaan ini."
Juna semakin merasa ragu. Cara Budi yang terlalu ambisius mengajaknya bekerja terasa mencurigakan. "Apakah saya bisa melihat produk yang akan saya periksa?" tanyanya. Apa jangan-jangan ada sesuatu yang menyulitkan. Setidaknya, jika dia ada bukti fisik dari pekerjaan yang ditawarkan, dirinya bisa yakin kalau pekerjaan ini legal dan halal.
Budi dengan cepat berdiri dan mengambil salah satu kardus dari sudut ruangan. Ia membukanya dan menunjukkan beberapa botol kecil yang berisi cairan berwarna. "Ini dia. Anda hanya perlu memeriksa apakah botol-botol ini sudah terbungkus dengan baik, labelnya tepat, dan tutup segelnya tidak rusak."