Tabungin

Shireishou
Chapter #16

15. Jangan Dibaca Pas Makan! Geli!

“Kok bisa sih nuduh kita pakai cingur babi? Astagfirullah!” Yudhis ikut mendekat dan melihat pesan yang dimaksud. Sementara Juna dan Bima hanya saling pandang dalam kebingungan.

“Biasanya yang gini karena ada yang iri.” Bapak mengembuskan napas pendek dan keras. 

Bima mengetuk telunjuk ke lengannya sambil bersedekap. “Kira-kira siapa, sih?”

“Ibu pernah denger gosip kayak gini untuk warung lain sebelum kita, nggak?” Juna tiba-tiba mendapat ide bagus.

Sejenak Ibu berpikir. “Beberapa kali, sih, emang. Cuma karena Ibu jarang banget beli makanan jadi kecuali pengin banget, nggak terlalu ingat siapa aja yang pernah kena.”

“Apa Ibu suka clear chat group?” Yudhis tampaknya langsung memahami ide Juna barusan.

Ibu menggeleng.

Good!” Yudhis mengambil ponsel Ibu. “Boleh pinjam, Bu?”

Tentu saja anggukan Ibu langsung terlihat.

“Nyari dari Hp lebih mudah daripada mencari di PC, yang terbatas untuk panjang tertentu saja,” jelas Juna. “Pakai keyword ‘haram’ dulu, deh!” 

“Wah ada tiga.” Yudhis yang memegang HP dengan Bima dan Juna duduk di kanan dan kirinya. Sementara Bapak dan Ibu duduk dengan tenang di hadapan mereka bertiga. Mempercayakan masa depan rencana staycation kepada mereka bertiga.

“Yang pertama itu ada bacang Pak Anto, yang kedua bakso Bu Inem yang dituduh bakso tikus. Dan yang ketiga adalah Ibu.” Yudhis menulis sesuatu di ponselnya.

“Soal yang bacang, apa beneran dia pakai babi?” Yudhis bertanya.

Ibu mengangkat bahu tidak mengerti. “Ibu nggak terlalu ngikutin gosip-gosip. Nggak suka ghibah. Belum tentu bener. Kayak yang terjadi sama Ibu, kan?”

Semua yang ada di ruangan itu setuju. Gosip bisa menghancurkan banyak hal termasuk juga usaha yang susah payah dibangun oleh orang lain. 

“Kita tanya-tanya ke para korban, yuk!” ajak Yudhis.

“Sekarang?” Juna tampak terkejut karena hari sudah malam.

Yudhis tertawa, “Ya kale, Dek! Besok kalian yang tanya. Abang, kan, ngajar!”

“YEEEEEE!!!” Juna dan Bima menyoraki Yudhis dengan kompak.

***

Mereka memutuskan untuk mengunjungi Pak Anto terlebih dahulu setelah membuat janji. Sesampainya di rumah Pak Anto, mereka disambut dengan ramah. Karena Pak Anto sekarang berjualan bacang di pasar pagi, anaknya Talita yang menyambut.

“Maaf, Abah dan Ibu harus jualan di pasar, jadi biar saya yang akan menjawab pertanyaan Kakak-kakak semua. Silakan duduk!” Talita seorang gadis manis berusia enam belas tahun dengan rambut hitam yang diikat kuda ke atas. Wajahnya terlihat ceria dan sedikit malu-malu memandang kedua pemuda di hadapannya. 

Lihat selengkapnya