Suasana ruang makan sejenak hening. Sebenarnya, Yudhis sudah lama tahu kalau Ibu mengidap ailurophobia. Bima pun tampaknya juga masih ingat. Namun, Juna, si Bungsu tampaknya 100% lupa. Mungkin karena Ibu semakin jarang keluar dan bertemu makhluk unyu satu itu.
Yudhis masih ingat ketika dia masih SD, Ibu pernah melompat ke kursi salah satu kedai mi ayam garap-gara ada kucing tiba-tiba melintas menyentuh mata kakinya. Ibu menjerit histeris di atas kursi dan menjadi tontonan para pengunjung.
Sejak itu, Bapak tidak lagi membawa Ibu ke kedai pinggir jalan, bukan karena Ibu tidak doyan masakannya, tapi lebih ke Bapak khawatir Ibu bisa jadi tontonan orang lain lagi.
“Batalin bisa nggak?” Yudhis kali ini menyiah rambutnya ke belakang ikut pusing. Rasa-rasanya akhir-akhir ini tidak ada yang berjalan lancar. Semua kacau balau dan berantakan sekali. Terus terang, dirinya mengkhawatirkan rencana staycation ke Bunaken makin jauh dari terwujud.
Dan harapan Yudhis pun semakin kandas ketika melihat Juna menggeleng lemah. Cowok itu menghentikan kegiatannya memotong ayam goreng tepung di piringnya.
“Owner-nya udah booking 3 hari penitipan selama mereka melakukan long weekend ke Jogja dan ninggalin kucing mereka.” Juna menjelaskan. “Nggak ada waktu buat nyari pengganti dan mereka nggak akan mau pengganti, karena Juna sendiri harus melalui serangkaian tes online sebelum kemarin lusa wawancara dan mendapatkan pekerjaan ini.”
Bima tampak heran mendengar adanya tes hanya untuk menjaga seekor kucing. “Apa kucingnya mahal?”
Juna mengangkat bahu. “Fotonya sih cantik. Bulunya panjang warna abu-abu gitu. Juna digaji satu juta untuk tiga hari.”
Bapak tersedak ayam goreng saat mendengarnya.
Untuk beberapa saat, semua tampak terkejut dengan besarnya biaya perawatan.
“Bukan scam?” Bima ganti khawatir.
Juna mengangkat bahu. “Sudah dibayar lima ratus ribu sebagai DP dan sisanya akan dibayar saat kucing diserahkan besok. Makanan juga akan mereka sediakan untuk tiga hari.”
Ibu pun tampak bingung. “Kok kayaknya gampang banget dapat sejuta? Ibu khawatir….”
Semua langsung mendelik kaget ke arah Ibu. Teringat terakhir kali ibu mengkhawatirkan pekerjaan Juna, berujung bencana. Feeling Ibu memang tidak 100% benar, tapi juga sering sekali tepat.
“Bu, tolong jangan doain yang aneh-aneh, dong!” Juna memohon pasrah.
Ibu hanya tertawa kecil dan mengangkat bahunya. “Bukan doain, tapi feeling Ibu nggak enak. Tapi, Ibu selalu doakan semoga kita semua diberkahi rezeki melimpah, lancar, berkah.”
Lagi-lagi semua pun mengaminkan doa ibu.
“Ya sudah, semoga besok kucingnya nggak berulah sampai tiga hari ke depan.” Bapak menengahi. “Sekarang sebaiknya kita cepat makan dan beristirahat untuk menyambut kucing yang entah bagaimana besok.”
“Nah, asal ga numpuk aja kucingnya.” Yudhis membayangkan kengerian jika kucingnya ada banyak.
“Oh! Bener juga! Nanti jadi Meouw-tain! Xixixix.”
Dan hanya Yudhis yang akhirnya tertawa.
***
Pagi akhirnya tiba tanpa terasa. Yudhis sudah menghilang ke sekolahnya untuk kembali bekerja. Sementara anggota keluarga lain tengah menanti tamu mereka. Ibu sudah menyiapkan tahu dan misoa goreng sebagai suguhan. Juga seteko besar es teh manis di kulkas yang siap dituang jika para tamu datang.
Juna mempersiapkan beberapa hal di kamarnya. Dia berencana mengurung kucing itu selama tiga hari. Mungkin akan dibawa jalan-jalan ke luar rumah, tapi tetap tidak akan dilepas di rumah. Setidaknya untuk pencitraan, saat owner-nya datang, dia bisa melepasnya. Juna cukup sering bermain dengan kucing teman-temannya semasa kecil. Dia belajar beberapa hal makanya dia nekat melamar pekerjaan itu. Semoga semua lancar.
Pukul sembilan kurang, suara bel tiba-tiba memecah keceriaan mereka. Bima, yang kebetulan paling dekat dengan pintu, segera berdiri dan membukanya.
Di depan pintu, berdiri sepasang suami istri dengan senyum lebar. Pakaian keduanya … unik. Bapak sampai tidak bisa mendeskripsikan betapa ajaib dandanan keduanya. Sang istri menggunakan baju berwarna ungu terong dengan rok mengembang. Bahkan bahan bahunya pun mengembang dan penuh renda. Riasan wajahnya begitu penuh dan tebal. Bulu mata palsu panjang menempel sempurna. Bapak mungkin tidak akan mengenali wanita ini jika menghapus riasannya.
Sementara sang suami berpakaian serba hitam dengan rantai saling silang di mana-mana. Wajahnya dicat putih dengan hitam sebagai eyeshadow dan eyeliner-nya. Memberikan kesan seram.
Lain halnya dengan Bima yang langsung merasa familiar dengan tipe riasan seperti itu. Yang perempuan menggunakan style cute lolita, sementara suaminya gothic. Sangat kontras. Seperti api dan air. Namun, opposite attractive marriage sangat sering terjadi, bukan? Sama kayak Bapak dan Ibu, seleranya tidak ada yang sama, tapi toh tetap langgeng.
“Silakan masuk!” Bapak tersenyum dan mempersilakan keduanya untuk masuk. Ibu memilih bersembunyi di kamar agar tidak histeris ketika melihat kucing yang entah akan dilepas atau dalam kurungan.
Setelah semua duduk di sofa ruang tamu, dan Bima menyuguhkan camilan dan minuman yang sudah Ibu siapkan.
“Salam kenal, saya Uka, dan istri saya Uki,” Uka mengangsurkan tangannya sementara Uki tetap diam di kursinya. Perempuan itu duduk tegak dengan kedua tangan yang berrsarung tangan renda mendekap kandang jinjing berwarna merah muda yang terlihat cukup mewah. Di dalamnya tampak seekor kucing anggora dengan bulu abu-abu panjang tampak sedang duduk anggun. Kucing itu mengibaskan ekornya perlahan, seolah sadar bahwa dirinya adalah pusat perhatian.
“Kami harus mengejar pesawat pukul satu. Jadi, tidak perlu berbasa basi lagi.” Uka langsung ke pokok pembicaraan. “Boleh saya minta melihat KTP Juna yang asli?”