Kucing Apa yang Kuno? Kucinggalan Zaman
Matahari baru saja terbit di ufuk Timur, dan Juna sudah terjaga dengan mata setengah terbuka. Bukan karena dia malas salat Subuh, tapi semua karena ulah Uko!
Bayangkan Juna harus membongkar semua kardus, meletakkannya di tempat yang sesuai, lalu mencetak pesan Uka dan Uki di kertas HVS untuk ditempel di pintu.
Seolah belum cukup, ketika tidur, Juna ditiban wajahnya semalaman. Setiap kali mata Juna terpejam, Uko akan menimpa wajahnya. Jika disingkirkan, maka Uko akan kembali memanjat. Jika dimasukkan ke kandang, Uko akan mengeong-ngeong dengan suara yang keras. Tentu saja Juna tidak bisa membiarkan hal itu. Dia pun mengalah dan akhirnya, supaya dirinya tidak mati kehabisan napas, Uko diletakkan di dahi.
Saat hendak salat Subuh pun terjadi drama besar-besaran. Uko yang tidak mau tidurnya terusik, marah ketika Juna bangun sebelum jam bangun tidurnya. Dia menggeram marah, tapi Juna sudah tidak ambil pusing karena sudah pagi dan semua orang di rumah sudah bangun. Uko dia paksa masuk ke kandang dan ditinggal di dalam kamar.
Jelas itu mengakibatkan rasa perih ketika Juna berwudu. Uko menorehkan banyak jejak di sepanjang lengan Juna.
MAKANYA BAYARANNYA SEJUTA!!!!! SUSAH BANGET, YA ALLAH!!!
Sepulang dari masjid, suara alarm di ponselnya berdentang, mengeluarkan alunan musik klasik Beethoven seperti yang diperintahkan oleh Uka dan Uki. Dengan langkah gontai, Juna menuju kamar tempat Uko tidur.
"Kucing apa sih yang dibangunkan pakai Beethoven?" geram Juna sambil menggosok matanya yang masih mengantuk.
Rupanya Uko masih terbaring dengan anggun di atas bantal empuk yang seolah didesain khusus untuk seekor raja. Capek kali tadi dia mengeong dan ditinggal salat Subuh ke masjid. Salat lebih penting! Juna masih menggerutu. Dengan hati-hati, pemuda itu membuka kandang dan dengan lembut menepuk-nepuk tubuh Uko, mencoba membangunkannya seperti yang tertulis dalam daftar peraturan.
"Uko, ayo bangun. Ini sudah jam enam. Beethoven udah main, kamu harus bangun, nih."
Uko membuka mata dengan malas, menatap Juna seolah berkata, ‘Kamu hamba baruku, ya? Layani aku hari ini, wahai Budak!’
Namun, setelah beberapa saat, Uko bangkit dan berjalan menuju jendela kamar, menunggu agar jendela itu dibuka.
Juna mengingat dengan baik perintah untuk membuka jendela agar Uko bisa melihat matahari terbit, tapi dengan hati-hati agar tidak terkena sinar matahari langsung. Dia buru-buru membuka jendela dan mengangkat payung kecil, berdiri di samping Uko seolah-olah mereka sedang di pantai dan menghindari sinar matahari berlebihan.
Gue kayak orang bego ngelakuin beginian demi kucing. Juna kembali mengeluh. Eh, bukan! Luruskan niat! Semua karena Allah memerintahkan gue untuk membuat Ibu senang. Dan mendapat uang untuk staycation adalah salah satu caranya. Semangat, Jun!
Uko, sementara itu, tampak menikmati pemandangan matahari yang perlahan-lahan naik, dengan gaya anggun seolah-olah dia sedang berada di balkon istana. Setelah beberapa menit, Uko menguap kecil dan berjalan menjauh, pertanda bahwa sesi ‘melihat matahari terbit’ telah usai.
Nih kucing emang didesain jadi raja kayaknya sama owner-nya. Jadi kebalik siapa majikan siapa bawahan. Juna mulai frustrasi. Kucing temen-temen gue, meski juga belagu, tapi nggak ada yang kelakuannya kayak gini amat.
"Oke, Uko. Sarapan, yuk!" kata Juna sambil menutup payung dan jendela. Dia menuju dapur, mengambil paket makanan kemasan yang sudah disiapkan Uka dan Uki. Dengan hati-hati, Juna meletakkan makanan itu di piring khusus Uko yang terbuat dari porselen putih mengkilap. Mata Juna membaca label kemasannya.
VEGETARIAN FOOD CAT.
HAH?!
Uko mendekat, mengendus piring itu dengan perlahan sebelum akhirnya mulai makan dengan sangat berkelas. Juna menghela napas lega.
"Aku nggak nyangka kamu bisa doyan. Itu kan vegetarian. Kucing kan karnivora. Kok owner-mu aneh banget, sih?" gumam Juna.
Suara perut Juna pun membuyarkan segala konsentrasinya. Dia pun berbalik hendak mengambil sarapan dirinya sendiri. Tiba-tiba Uko melompat menyelip di antara kakinya dan langsung bergerak ke arah dapur.
Aroma ikan tongkol goreng buatan Ibu ternyata memancing nalurinya. Dengan gerakan sigap, Uko sudah berdiri di atas meja dapur. Juna panik dan bergegas hendak mengangkat kucing jantan itu. Akan tetapi, Juna kalah cepat. Ibu keburu menyadari keberadaan Uko dan menjerit histeris. Untungnya, urusan pergorengan sudah selesai atau akan tejadi kebakaran kecil part dua di rumah mereka akrena Ibu main kabur masuk kamar setelahnya.
“Tuh, kamu ngagetin Ibu!” Juna mengeluh.
Bapak mendatangi meja makan dengan piring kertas kosong. “Kasih aja sepotong buat dia. Pisahin dulu durinya.”
“Boleh, nih, Pak?” Juna tampak tak yakin.