Perjuangan keluarga Bapak sudah hampir mencapai puncaknya. Sudah nyaris tiga bulan mereka berjuang mengumpulkan uang. Bahkan, tepatnya, hanya 37 hari lagi sebelum batas akhir pendaftaran. Bapak terkulai di sofa ruang tamu menatap laptop yang menunjukkan tabel-tabel bertuliskan angka-angka.
Dirinya sudah bertanya ke agensi travel yang diincar dan paket termurah untuk tiga hari dua malam lima orang jatuh di angka 28 juta. Sementara uang mereka baru ada 19 juta. Angka yang sangat besar untuk kerja keras dua bulan berlima …. Ah berempat untuk tepatnya. Ibu yang paling menghasilkan. Terakhir, Ibu bisa menjual lima puluh porsi sehari.
Bapak selalu memasukkan total bahan baku, ongkos perjalanan, bensin, bahkan listrik sebelum akhirnya menghitung total keuntungan bersih yang didapat.
Penyumbang terbesar kedua adalah Bima. Dia berhasil menjual kostum armor ksatria berperisai besar juga lima wig styling commission yang dikerjakan sebulan penuh dengan angka fantastis.
Yudhis masih mendapat beberapa murid privat setelah kasusnya dengan Melani, tapi tidak sebanyak yang dihasilkan Bima. Demikian pula yang disumbangkan oleh Juna cukup besar.
Dari mana dirinya bisa mendapat sembilan juta sisanya? Bapak menggaruk kepalanya. Dia baru saja memasukkan semua uang dari celengan ke bank. Pandangan Bapak lurus ke arah celengan yang terasa mengejek. Mata yang membentuk bulan sabit dengan mulut menganga jelas menampakkan cibiran yang teramat. Ayam itu terlihat mengejek dirinya yang tidak menyumbang sepeser uang pun ke rekening staycation!
Mimpi melihat bayi-bayi penyu berlarian sepanjang pantai menjemput masa depan mereka yang terbentang di lautan, memandang laut biru yang bening seperti iklan-iklan itu semakin lama semakin terasa seperti ilusi belaka. Dirinya merasa gagal sebagai suami juga seorang bapak. Kenapa justru dirinya yang tidak memberikan apa-apa bagi keluarga mereka?
Sebenarnya, siapa kepala keluarganya, sih?
Bapak mengusap wajahnya dan mengempaskan punggung ke sandaran. Rasanya aku tahu apa yang lebih cepat dari harapan untuk bisa staycation. Tagihan pinjol!
Setelah memikirkan itu, Bapak bergidik ngeri. Seandainya besok tidak ada uang untuk makan sekalipun, pinjol adalah langkah yang amat sangat tidak akan pernah dia sentuh. Selain jelas haramnya, jelas juga risikonya. Bisa-bisa, bukan hanya nggak bisa makan, mereka tidak akan bisa hidup karena harus membayar bunganya dan diancam oleh debt collector.
Kalau dipikir, ironis juga. Sebulan lagi, seharusnya dia, Ibu, dan ketiga jagoannya sudah duduk manis di atas perahu, siap-siap snorkeling dengan riang dan Ibu duduk di payung besar tepi pantai menikmati sebatok es kelapa. Namun, realitanya jauh dari itu. Mereka justru seperti snorkeling di dalam lautan masalah keuangan.
Bapak bangkit dan memilih menyegarkan pikiran dengan bersih-bersih. Dilihatnya tumpukan piring kotor sisa Ibu memasak rujak cingur. Sekarang Ibu selalu tidur siang selepas Zuhur seperti sekarang. Pasti lelah sekali. Dirinya lah yang membantu mencuci piring, memotong-motong bahan, dan mengulek kacang. Hanya itu yang bisa dirinya bantu. Bapak merasa tidak banyak memberi kontribusi. Pikiran itu berputar-putar di kepalanya.
Suara gericik air mengalihkan pikiran Bapak untuk sementara. Akan tetapi, busa-busa sabun cuci piring yang berkilauan itu, sayangnya, hanya mengingatkannya pada gelembung snorkeling yang menyedihkan.
Tiba-tiba Bapak teringat program mutakhir buatannya yang didesain sebulan terakhir. Program database keuangan terbarunya yang penuh fitur keren dan super mudah digunakan. Namun, apa? Tak ada satu pun yang berminat membelinya.
Bapak tak mengerti bagaimana cara promosi di zaman sekarang. Mau minta Bima bantu promosi kok kayaknya salah target market. Mana ada cosplayer mau beli kodingnya yang harganya uhuk mahal….