Tahta Untuk Raja

Serenade
Chapter #3

Masokis

      Kupikir semua akan berakhir seperti biasanya. Cintaku terkubur, lalu lenyap begitu saja tanpa ada yang namanya dekat, akrab, lalu berakhir dengan pernyataan cinta. Nyatanya, hari itu Raja menyapaku. Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan kami duduk bersebelahan.

Dia menanyakan namaku dengan ragu. Ini cukup keterlaluan ketika dia tidak mengingatnya sementara aku selalu merapalkan namanya selayaknya mantra. Tapi dengan malu-malu aku menjawabnya.

"Aurora."

Raja mengangguk, lalu hening. Tidak ada lagi percakapan di antara kami. Tetapi ketika pulang sekolah, ia berhenti di depanku dengan motor sportnya.

"Tinggal di mana?" Tanyanya.

"Griya Indah."

"Itu di jalan cendrawasih, kan?!"

Aku mengangguk.

"Yaudah, naik. Aku antar!" Ajaknya. Ia memberikanku helm. Awalnya yang ingin bertanya alasan dia mengantar pulang jadi urung tatkala keberanian tidak sebesar rasa penasaran.

Di perjalanan pulang kami tidak berbicara, dia hanya bertanya apakah jalan yang dilewatinya benar atau tidak. Hingga akhirnya aku menepuk bahunya pelan ketika kami sudah di depan rumahku.

Aku turun dan memberikan helmnya lalu berterimakasih dengan malu-malu. Ia mengangguk, lalu berkata, "sampai jumpa besok." Kemudian berlalu meninggalkanku yang masih berdiri di depan pagar, melihatnya semakin menjauh.

"Sampai jumpa besok, katanya," lirihku tersenyum.

Aku berbalik—senyumanku lenyap, memandang rumah yang terbilang cukup besar. Tidak heran, letaknya di perumahan elit. Pagarnya tinggi menjulang, ada banyak kamar dan ruangan, ada taman juga kolam renang di dalam. Semua sangat mewah, tetapi juga sepi.

Pulang adalah sebuah rutinitas yang tidak aku sukai. Biasanya jam segini, aku masih di jalan. Terkadang jalan-jalan dulu dan kembali ketika hari sudah petang. Tanganku lunglai hanya karena membuka kunci pagar. Lalu berjalan gotai ke dalam.

Rumah ini sepi seperti tidak berpenghuni. Mama dan papa jarang ada di rumah, jika pun pulang, mereka pasti akan bertengkar. Makanya, masing-masing dari mereka lebih memilih tinggal di antah berantah ketimbang pulang ke rumah.

Kamarku ada di lantai atas, di lantai yang sama juga ada kamar mama, sementara kamar papa ada di lantai bawah. Lucu memang, mereka adalah suami istri yang tidak sudi untuk berada di satu kamar, tetapi juga enggan untuk bercerai.

**

Pagi hari yang begitu sendu, hujan turun dengan begitu deras. Aku menyiapkan sarapan dan bekal makan siang. Sesuatu yang selalu aku lakukan setiap paginya. Sebuah payung hitam menemani perjalananku ke sekolah. Aku berjalan menuju jalan raya, lalu naik angkot menuju sekolah.

Lihat selengkapnya