Jarum jam menunjukkan pukul 1.30 siang, akhirnya pelajaran selesai. Waktunya pulang, tapi tidak untuk kelas kami. Pak Sudarman guru matematika, memberikan pelajaran tambahan. Kelas 2C dan 2D digabung, tepatnya di kelasku dan itu yang membuat hatiku dag dig dug tidak karuan. Sayangnya dia duduk di bangku kedua dari belakang, aku tak bisa melihatnya. Bisa-bisa aku dapat teguran kalau sering menengok ke belakang.
"Put, panas ya?" Ucapku sembari mengibaskan jari ke wajah.
"Ah, gak juga kok! Perasaanmu aja kali." Jawabnya santai.
Mungkin iya, benar apa yang dikatakan Putri. Aku keringatan, merasa ada yang memperhatikanku. Grogi lebih tepatnya. Sesekali mataku melirik ke arah dimana Fahmi duduk. Bukannya aku gede rasa tapi tak salah lagi, memang dia memperhatikanku.
Kuamati lekat pakaianku barangkali ada yang salah, namun tak kutemukan sedikitpun. Aku merasa baik-baik saja. Segera kurapikan rambutku yang kurasa agak berantakan dan menyisirnya dengan jari, memang kebiasaanku.
Mungkin dikiranya aku ini salah tingkah, padahal memang iya. Fahmi ... Fahmi, kau telah memporak-porandakan hatiku!
***
Peluhku bercucuran karena teriknya matahari siang ini cukup menyilaukan mata. Aku berjalan menyusuri gang demi gang menuju ke rumahku. Jarak dari jalan raya lumayan membuat betisku letih. Hari ini aku pulang agak lambat, tapi menyenangkan.
Sesampainya di depan rumah, aku membuka pagar kemudian masuk. Ada ibu dengan senyum sumringah dia menyambut anaknya. Bahagia rasanya punya keluarga sesempurna ini. Walau sederhana, keluarga kami penuh kehangatan.
Aku anak bungsu dari dua bersaudara, aku punya kakak laki-laki yang sudah tamat sekolah. Sekarang dia kuliah jurusan keguruan mengikuti jejak bapak. Awalnya dia menolak, katanya tidak sesuai dengan bakatnya tapi akhirnya nurut juga. Anaknya bandel, susah dibilangin tapi sebenarnya baik, sayang sama adiknya Larissa Larasati, yaitu aku Lala.
***
Ada rasa yang tak biasa