Gelap pekat dibubuhi cahaya lampu malam ini, aku turun dari yaris merah milik Putri setelah berpamitan dengannya.
Bukan pertama kali aku jalan bersama Putri, kadang kami nonton bersama, atau makan di cafe langganan kami. Akan tetapi baru kali ini aku pulang selarut ini. Dengan rasa gundah aku mengetuk pintu rumah.
"Assalamu'alaikum ..." ragu aku mengucap salam.
Tidak berapa lama pintu terbuka. Syukurlah, Nino kakakku yang membuka pintu.
"Wets, anak gadis baru pulang jam segini" ucapnya dengan tatapan yang sulit kuungkapkan.
"Bapak sama Ibu sudah tidur?" Tanyaku.
"Ya, iyalah. Liat jam ga? Udah berani ya, kelayapan malam-malam. Nino sudah mulai mengomel, mirip sekali dengan Ibu.
Dan aku cuma bisa menunduk lalu berlari masuk ke kamar, berharap Bapak dan Ibu sudah tidur.
Aku memang salah tak mengabari mereka sebelumnya kalau akan pulang larut malam. Handphone-ku lowbatt, mungkin menghubungi nomorku. Namun, biasanya mereka tak terlalu mempersoalkan jika tahu kalau aku pergi bersama Putri. Percaya kalau Putri anak yang baik, dan memang itu kenyataannya.
***
Setelah membersihkan badan, aku bersandar di atas ranjang kesayangan. Lelah rasanya. Aku tak menyangka Putri mengajakku ke bazar penggalangan dana bencana yang diadakan anggota OSIS di sekolah pacarnya. Awalnya agak risih, belum kenal tapi akhirnya bisa berbaur juga sama mereka.
Dito adalah pacar Putri, cowok yang menurutku lumayan cakep tapi entah kenapa aku kurang suka sama dia? Apa karena belum kenal? Iya, bisa jadi. Namanya juga tak kenal maka tak sayang. Haha, mana mungkin aku bisa sayang sama cowok sahabat sendiri. Apaan sih!
***
Aku berbaring meluruskan badan, memeluk guling kesayangan tiba-tiba gawaiku yang dalam keadaan di-charger berderit.
'malam, maaf ganggu'. Chat dari nomor baru masuk ke aplikasi whatsapp-ku.
Aku membacanya tanpa membalas, malas. Menurutku tidak penting meladeni nomor asing.