Tahu-tahu Jodoh

anonymous pout
Chapter #10

Tindakan Tak Terduga Mohrah

Sudah 2 bulan ini Ayah tidak ada bersamaku. Tentunya aku merasa rindu dengannya. Rindu bercandanya, rindu suapannya, rindu kebaikannya, rindu ... ah, segalanya. Kira-kira apa kabar Ayah di sana? Dan ... Ayah kerja apa di sana? Ah, rasanya aku ingin menyusulnya dan melepaskan rindu ini. 

"Rah, jadi ikut tidak?" tanya Ibu yang tiba-tiba sudah ada di sampingku dengan pakaian rapi. Satu lagi, Ibu membuatku kaget setelah sebelumnya larut dalam khayalan tentang Ayah.

Aku tersentak kaget. "Ibu," ucapku sambil berusaha membuat detak jantungku kembali normal.

"Ngelamun ya? Katanya tadi mau ikut Ibu." Ibu tersenyum padaku.

"Eh iya, aku tetap ikut kok bu." Aku menjawab dengan semangat.

"Ya sudah, ayo." Ibu menggandeng tanganku dan kami pun mulai berjalan keluar rumah hendak menuju pasar. Tahu tidak alasan mengapa aku sangat antusias jika ikut Ibu ke pasar? Karena jarak antara rumah kami dengan pasar jauh, jadi bila hendak ke pasar harus menaiki delman dan aku suka sekali naik delman. 

Aku berjalan santai bersama Ibu sambil menikmati udara segar pagi yang masih ditemani dengan embun di atas daun. Suasana pagi ini sangat membangun semangat. Satirah harus semangat untuk hari ini! 

"Ibu, Ayah kan ada di Surabaya. Lantas siapa yang memberi kita uang?" tanyaku iseng untuk memecah keheningan.

"Ayah mengirim uang lewat wesel, sayang." Ibu menjawab lembut yang langsung membuatku mengangguk paham. 

"Satirah!" panggil seseorang. Aku menoleh ke arah sumber suara itu dan mendapati bahwa Mirai memanggilku. Mirai juga salah satu teman mainku. 

"Mirai," balasku sambil melambaikan tangan. 

"Tunggu sebentar!" seru Mirai lalu berlari riang menuju ke arahku.

"Ada apa, Rai?" tanyaku.

"Hari ini kita sama teman-teman lainnya mau bakar jagung bareng buat sarapan, kamu lupa ya?" Mirai menjelaskan. Eh iya, tiba-tiba aku ingat dengan hal itu. Anehnya, aku yang mengusulkan ide itu, tapi aku sendiri yang lupa. 

Aku menepuk dahi. "Oh iya lupa, terus gimana?" tanyaku panik. "Ehm, yang lain masih ada di sana kan?" lanjutku masih dengan nada panik karena takut mereka semua kecewa.

"Mereka masih di sana, makanya ayo kita ke sana." Mirai sudah memegang tanganku dan siap untuk membawaku pergi.

"Ibu," lirihku setelah beralih menatap Ibu.

"Ya sudah, tidak apa-apa." Ibu tersenyum lembut.

"Ibu sendirian dong," balasku lagi.

"Kan Ibu juga sering sendirian kalau ke pasar, hanya hari ini saja kamu minta ikut." Ibu tertawa kecil.

"Iya sih." Aku ikut tertawa kecil.

"Ya sudah, sana main," ucap Ibu.

"Satirah gak mau main, Satirah itu mau masak bareng teman-teman." Aku menjelaskan. Ibu hanya terkekeh menanggapi perkataanku.

"Ralat deh, ya sudah masak-masak sana." Ibu mengulangi. "Kalau ada sisa, Ibu dikasih ya," lanjutnya menggoda.

"Iya, siap!" Aku meletakkan telapak tangan tepat di kening bak orang yang sedang hormat.

"Ibu ke pasar dulu ya, kamu jangan nakal kalau main!" seru Ibu yang sudah melanjutkan langkahnya.

"Iya, Bu!" balasku juga ikut berseru.

"Oh iya, bahan-bahannya sudah siap semua?" tanyaku ketika kami sudah berjalan.

"Tinggal jagung saja yang belum ada," jawab Mirai.

Lihat selengkapnya