Tahu-tahu Jodoh

anonymous pout
Chapter #12

Berita Baik

Hari ini puas sekali karena sudah berhasil menikmati es buah racikan Kak Sarinah yang rasanya tidak main-main alias enak sekali. Rasanya lega jika berhasil memenuhi keinginan sendiri seperti keinginanku minum es tadi. Jika mengingat perjuanganku bersama Kak Sarinah yang dari tadi berusaha membeli bahan-bahan es sambil curhat, menangis, tertawa, dan ... entahlah, masih ada banyak lagi yang kami lakukan selama perjalanan tadi. Hari ini menyenangkan.

Oh iya, ternyata persoalan bisik-bisik Kak Sarinah dengan Kak Mura itu tadi demi aku. Kak Sarinah meminta tolong pada Kak Mura agar ia bisa mendapat waktu bersamaku untuk membicarakan soal Ayah. Maklum lah, seharian aku hanya sibuk main dan hampir tidak sempat berbicara dengan Kak Sarinah, walaupun hendak bicara itu sudah malam dan Ibu sudah selalu memperingatkan kami agar tidak tidur malam-malam. 

Jadi, Kak Mura hanya berniat membantu saja tadi dengan cara membuatku tergoda dengan es yang dipegangnya. Aku selalu begini, menyalahkan seseorang yang sebenarnya sama sekali tidak bersalah atau malah pada pihakku. Rasanya aku ingin membuang jauh-jauh sifatku yang ini. 

"Assalamualaikum," ucap seseorang yang bersuara mirip Ibu, atau memang Ibu yang mengucap salam? 

Berhubung aku ada di ruang tengah yang letaknya dekat dengan pintu rumah, aku segera membukakan pintu. Dan benar, itu memang Ibu.

"Ibu, waalaikumsalam." Aku menyalami tangannya yang sudah bau minyak tawon habis memijat tadi.

"Sendirian aja, Nak?" tanya Ibu basa-basi.

"Gak kok, Bu. Kak Sarinah sedang mencuci teko dan gelas, Kak Mura juga sedang ada di dapur, Bibi Marinti dan Bibi Ruroh sedang bantu-bantu di rumah tetangga sebelah." Aku menjelaskan dengan detail yang langsung membuat Ibu mengangguk paham.

Hari ini Ibu terlihat lelah dan aku kasihan melihatnya. Ibu harus banting tulang bekerja sebagai dukun bayi dan dukun pijat demi membantu keuangan keluarga. Ibu rela menyanggupi pesanan jasa pijat bayi dan melahirkan walau tempat tujuannya jauh, Ibu bisa menyanggupi pesanan dari Kecamatan Sampang sampai Kecamatan Omben yang jaraknya cukup jauh. Ibu kasihan, pasti ia letih. Aku berjanji akan berusaha untuk membantu Ibu sebisa mungkin dan semampuku. 

"Ibu capek ya?" tanyaku.

"Enggak, cuma lagi pengen istirahat aja." Ibu tersenyum tulus sambil berjalan menuju tempat duduk lalu duduk di sana.

"Ibu perlu sesuatu kah? Biar Satirah ambilkan." Aku menawarkan bantuan pada Ibu yang ternyata juga ditolak dengan halus.

"Belum perlu, Rah. Nanti deh kalau Ibu sudah benar-benar perlu bantuan, pasti Ibu minta bantuan ke kamu." Lagi-lagi Ibu hanya tersenyum simpul.

"Satirah pijat kaki Ibu ya," tawarku lagi. Ya, kali ini Ibu menerimanya. Aku senang sekali karena bisa berbakti pada Ibu sekaligus bisa menjalankan amanah Ayah untuk selalu berbakti. 

"Lho, Ibu sudah datang?" tanya Kak Sarinah sambil menyalami tangan Ibu lalu ikut memijat kaki Ibu yang sebelah. 

"Alhamdulillah sudah," jawab Ibu. "Kalian berbakti sekali, semoga kalian menjadi anak yang solehah dan dapat jodoh terbaik." 

"Aamiin," jawabku berbarengan dengan Kak Sarinah.

"Oh iya, Kak Sarinah kapan menikah?" tanyaku iseng yang langsung membuat Kak Sarinah melotot padaku.

"Eh, kamu ini!" serunya protes.

"Hahaha, rupanya Satirah sudah tidak sabar melihat kamu di pelaminan." Ibu tertawa kecil sambil menatap ke arah Kak Sarinah yang mukanya sudah tak enak dipandang. Ehm, sepertinya aku salah lagi.

"Satirah cuma bercanda," ucapku dengan memasang tampang kecewa.

"Ya deh," jawabnya masih dengan nada sebal. "Tapi jangan diulangi lagi," lanjutnya memperingkatkanku.

"Siap, Kak." Aku tersenyum lega sambil meletakkan tanganku di kening seraya hormat padanya.

Lihat selengkapnya