Aku merapatkan sarung yang kukenakan untuk melindungi tubuhku dari hawa pagi yang dingin sembari menunggu giliran mandi. Sekarang aku sedang berada di langgar dan sedang kesepian. Aku kesepian karena Kak Sarinah dan Kak Mura yang biasanya bersamaku, sekarang mereka sedang sibuk di dapur membantu memasak. Sebenarnya aku ingin ikut membantu memasak, tapi Ibu melarangku.
"Aduh lama sekali sih," gumamku pelan dengan wajah cemberut sambil menatap ke arah pintu kamar mandi di seberang yang sedang tertutup.
Melihat pintu kamar mandi masih tertutup, aku kembali merebahkan diriku dan menatap langit-langit langgar. Jika menatap langit-langit langgar, aku jadi teringat Ayah. Ayah yang setiap subuh mengumandangkan azan dengan suara merdunya, kini sudah 2 bulan tak azan. Kira-kira Ayah jadi balik kapan ya?
Dreeekk!
Suara pintu kamar mandi yang terbuka sudah terdengar. Itu artinya, saatnya aku mandi.
Dengan kecepatan kilat, aku merampas handuk yang digantung di samping langgar lalu berlari lagi menuju kamar mandi. Dan akhirnya ... aku berhasil masuk sebelum keduluan yang lain.
"Lega juga bisa masuk sini sebelum matahari naik," gumamku sambil menggantung handuk di gantungan.
Selepas menggantung handuk, aku hendak membuka kancing bajuku. Tapi ....
"Ada siapa di dalam?" teriak orang dari luar yang sepertinya adalah suara Teta, adik Kak Mura.
"Ada aku! Teta kah?" tanyaku yang langsung dibalas cepat dengan kata iya.
"Kak Satirah ya? Tolong bukakan pintu duku dong kak!" seru Teta dari luar. Apa-apaan dia? Sepertinya ingin mengajak duel nih.
Aku membuka pintu dengan sebal. "Ada apa sih?" tanyaku.
"Teta dulu ya yang ke kamar mandi, sakit perut nih." Teta meringis kesakitan sambil menunjuk perutnya.
"Beneran sakit perut?" tanyaku penuh selidik. Teta hanya mengangguk sambil terus meringis. Ah, jadi tidak tega melihatnya. "Ya sudah sana," lanjutku mempersilakan Teta agar ke kamar mandi terlebih dahulu.
"Terima kasih, Kak." Teta langsung masuk dan menutup pintu dengan kasar. Ah, seharusnya aku yang ada di dalam sana sekarang.
"Terus aku harus apa?" gumamku bingung sembari memandangi sekitar. Akhirnya pandanganku tertuju pada gazebo di dekat rumah. Sembari menunggu Teta, aku ke sana dulu saja.
Aku berjalan menuju gazebo lalu duduk di sana sambil menikmati udara pagi yang sejuk, tapi tetap tidak menutup kemungkinan jika pagi ini benar-benar masih dingin.
"Huuh, dingin." Aku meringkuk di sudut gazebo sambil terus memandangi pemandangan pagi.
Tunggu, pandanganku tertuju pada pohon kersen yang tumbuh tak jauh dari gazebo ini. Tumbuhan itu sudah berbuah dan buahnya sudah merah yang menandakan bahwa buah itu telah matang. Cukup membuatku tertarik. Ya, aku akan mengambilnya.
Aku beranjak dari dudukku lalu keluar dari gazebo dan berjalan menuju letak tumbuhnya pohon kersen itu. Sekejap kemudian aku sudah ada tepat di depan pohon kersen, wajar lah karena jaraknya juga sangat dekat haha.