Tahu-tahu Jodoh

anonymous pout
Chapter #14

Teori Tentangku dan Keluarga kecilku

Sekarang aku sudah mandi dan kini sudah bersiap-siap untuk makan. Makan hendak mengisi energi, tapi pikiranku masih tidak tenang. Tentunya aku masih memikirkan tentang cerita Mohrah kemudian menghubungkannya dengan kata-kata Kak Mura waktu itu. Memang jika disambungkan pasti ada kejelasannya, tapi aku masih ragu karena aku belum tahu kepastiannya. Lagipula aku juga masih belum menemukan waktu yang tepat untuk bertanya hal ini pada Ibu. 

"Nak, ayo makan!" panggil Ibu dari dapur. 

Tanpa menjawab, aku segera berlari menuju dapur untuk menemui Ibu demi memenuhi kebutuhan perut yang dari tadi sudah keroncongan minta di isi.

Sesampainya di dapur, aku melihat bahwa hanya ada Ibu seorang diri di sini. Ya, ini waktu yang tepat untuk aku bertanya. 

"Nasinya segini cukup kah?" tanya Ibu padaku. Yah, padahal aku hendak bertanya malah Ibu yang sepertinya tidak berkompromi.

"Iya cukup," jawabku lesu dengan harapan supaya Ibu menanyakan kondisiku, dan di saat itulah aku akan bertanya.

"Lauknya ambil sendiri ya." Hm, sepertinya Ibu masih juga tidak mengerti kodeku. Ini benar-benar menyebalkan.

"Iya bu," sahutku lagi, kali ini dengan nada yang lebih lesu lagi. 

Aku menerima sepiring nasi dari Ibu lalu mengambil sepotong tempe goreng dan sedikit mie goreng, tetap dengan raut muka lesu. Sialnya, Ibu tidak kunjung paham maksudku. Oh, apa aku harus tanya langsung?

Aku menarik napas panjang. "Ibu, Satirah mau tanya."

"Tanya apa, sayang?" tanya Ibu. Ini saat yang tepat, jangan sampai ada orang yang datang dan mengganggu rencanaku.

"Ibu—" Ya, lagi-lagi omonganku terpotong. Oknum yang telah menyela omonganku adalah Bibi Marinti. Ah, tidak jadi tanya.

"Sangging jadi datang sekarang kah?" tanya Bibi Marinti.

"Sepertinya iya, karena hal yang kami mau bahas sudah mepet waktunya." Ibu menjawab tanpa menoleh. Tunggu, Ayah dan Ibu hendak membahas apa ya?

"Ib—" Menyebalkan sekali ini jika omonganku terpotong terus. 

"Ya sudah, aku bantu menyiapkan makan ya." Bibi Marinti segera mendekat pada Ibu lalu mulai membantu Ibu. Aih, kalau begini mungkin aku tidak jadi bertanya sekarang. 

Aku keluar dapur dengan perasaan dan pikiran campur aduk, belum lagi rasa kesalku pada Bibi Marinti yang tiba-tiba saja muncul dan merusak semuanya. Yang terlintas di benakku kini adalah siapa yang akan dijodohkan di rumah ini? Dan, siapa yang akan dijodohkan dengan Mohrah? Aku akan cari tahu tentang itu dan aku juga akan segera tahu.

"Ning, kok cemberut gitu?" tanya Bibi Ruroh sebagai syarat sapaan setelah aku ikut berkumpul dengan anggota keluarga lain di latar depan untuk sarapan bersama.

"Aku tidak apa-apa, Bi." Aku berbohong lalu tersenyum sebisa mungkin.

Lihat selengkapnya