Aku duduk termenung seorang diri. Aku dan yang lain masih ada di rumah Ibu. Tapi, Mohrah sudah balik lebih dulu karena waktu istirahatnya sudah habis dan ia harus kembali bekerja. Sementara itu, yang lain masih ada di dalam rumah dan sekarang sedang bersiap untuk makan siang.
Aku sungguh tidak menyangka bahwa akhir dari perjodohan yang direncanakan Ibu dan Ayah padaku akan seperti ini. Perjodohan yang awalnya sangat aku tolak mentah-nentah, kini menjadi akhir yang bahagia. Jika ditelisik ke belakang, ternyata aku bodoh sekali karena sempat ingin menolak perjodohan ini. Ah, dasar aku.
Memang hubunganku dengan Mohrah di awal pernikahan tidak baik-baik saja, tapi semua itu berubah 360° seiring berjalannya waktu. Dari awal aku memang yakin jika hubungan hambar tidak dapat berjalan lama, tapi aku juga yakin bahwa tanpa disadari akan ada sesuatu yang muncul yang membuat hubungan pernikahanku dengan Mohrah tidak hambar lagi. Akhirnya ... jadilah seperti sekarang ini.
"Skenario Allah memang baik dari sisi mana pun," gumamku sambil menggelengkan kepala.
Bagaimana tidak? Aku yakin, pastilah Allah yang membuatku dan Mohrah bersatu. Allah juga lah yang sudah memberiku garis takdir untuk hidup bersama Mohrah. Tanpa rencana Allah dan restu orang tua, pastinya aku tidak bisa se bahagia sekarang ini.
Ingat tidak waktu aku pernah punya pikiran bahwa aku tidak ingin menikah dahulu sebelum bisa belajar di pesantren seperti Kak Sarinah. Faktanya, aku malah mendapat banyak pengajaran setelah menikah. Aku kira pengajaran yang aku dapat tidak jauh beda dengan pelajaran di pesantren. Sehabis menikah, aku belajar segalanya. Intinya aku mendapat banyak sekali pengajaran baik.