Angin bertiup cukup kencang hingga semua dedaunan yang gugur di halaman Puri berterbangan. Angin itu dingin dan langit agak berawan. Biasanya sering turun hujan di musim gugur seperti ini.
Kegiatan di Puri telah dimulai dari sejak pagi-pagi sekali seperti biasanya, dimana para pelayan Puri mulai terbangun dari tidur mereka dan mulai mengerjarkan tugas-tugas mereka. Juru masak mulai menyiapkan menu sarapan, para pelayan mulai menyiapkan peralatan makan di ruang makan Puri dan sebagian dari mereka yang lain membersihkan ruang dansa Puri, tempat perayaan pernikahan Haiden dan Rosaline semalam diadakan.
Tukang kebun tengah membersihkan dedaunan yang berguguran di halaman Puri, berusaha untuk menempatkan dedaunan yang berguguran itu di satu tempat, berharap agar angin tidak menerbangkan dedaunan itu kembali berserakan tak beraturan di halaman Puri.
~
Rosaline membuka kedua matanya, terbangun dari tidurnya. Kamarnya gelap, hanya diterangi samar-samar oleh berkas-berkas cahaya matahari yang agak kelabu, yang masuk melalui satu celah tirai-tirai yang belum dibuka itu.
Rosaline sendirian.
Terdengar suara ketukan yang pelan sekali di pintu kamar, dan Althea lalu masuk ke dalam kamar ini dan kembali menutup pintu dengan sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara, takut kalau-kalau ia bersikap ceroboh dan tidak sopan dengan membangunkan Rosaline secara mendadak.
Karena penerangan kamar yang minim, Althea tidak menyadari bahwa Rosaline telah terbangun dari tidurnya. Dengan segera ia berjalan ke arah jendela dan membuka tirai-tirai kamar, membiarkan cahaya matahari yang kelabu sepenuhnya menerangi kamar ini.
Ketika ia berbalik, ia melihat Rosaline yang telah duduk di atas ranjangnya, menyandarkan punggungnya pada sandaran ranjang, menatapnya dengan tenang dengan kedua mata cokelatnya yang ditimpa cahaya matahari kelabu dari luar. Cahaya matahari yang kelabu itu memberikan kesan seolah wajah Rosaline menjadi terlihat lebih pucat.
Althea segera menundukkan kepalanya dengan sopan pada wanita itu. “Selamat pagi, nyonya. Saya akan membantu anda bersiap, nyonya. Sarapan akan siap sebentar lagi. “
~
Aidan Herschet telah bangun dari tidurnya, pagi-pagi sekali bahkan sebelum para pelayan bangun dari tidur mereka. Ia telah lama duduk di meja tulisnya, berpikir, sementara beberapa kertas kosong berserakkan di hadapannya. Tangannya memegang pena, bersiap untuk menulis tetapi ia tidak dapat menemukan apapun di benaknya mengenai apa yang ingin dituliskannya.
Setelah menyadari bahwa ia tidak dapat menuliskan apapun, dengan tenang ia berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah ranjangnya dan mengambil sebuah surat yang baru saja dibacanya berulang-ulang kali, membawa surat tersebut ke meja tulisnya.
Surat itu diantarkan ke kamarnya oleh kepala pelayan David Clearence secara diam-diam pagi-pagi sekali. Surat itu dari Dr. Charles Fanuel, yang menitikberatkan niatnya untuk segera pulang ke London. Di surat itu, Dr. Charles Fanuel menuliskan sesuatu yang tak begitu disukainya, bahwa ia memiliki “suatu keberatan yang terasa bagai sebuah kutukan”.
Tulisan Dr. Charles Fanuel itu membuat Aidan kesal. Di surat itu, Dr. Charles Fanuel juga meminta untuk jangan pernah menghubunginya lagi. Ia berpikir bahwa Dr. Charles Fanuel bersikap seperti seorang pengecut.
Tidakkah Dr. Charles Fanuel tahu bahwa dirinya juga mengkhawatirkan Haiden, dan betapa ia merasa keberatan akan keputusan-keputusan yang Haiden ambil?
Ia memiliki rasa bersalah akan itu.
Mungkin ayahnya dapat bersikap seolah ia tidak peduli dan menganggap enteng hal ini seperti ia menganggap enteng banyak hal, namun tidak dirinya. Ia kemudian meletakkan surat itu di atas meja tulisnya dan mulai menuliskan surat balasan untuk surat Dr. Charles Fanuel tersebut.