Tajwid Cinta

Selvi Nofitasari
Chapter #3

Bagian 3

"Inget, ya! jangan terlambat. Masuk seperti biasa, pukul 7.00 pagi sudah di sana."

"Siap, Pak!" Tanganku bergerak memberi hormat.

Bos Koko menyeruput minuman yang sudah disuguhkan Tante Siska sampai tidak bersisa. Lalu dia merogoh saku celana untuk mengambil sapu tangan dan mengelap mulutnya.

Dih, haus banget kayaknya. Aku bersandar di kursi, memperhatikan Bos Koko yang sedang mengupas kulit jeruk yang dibawanya sendiri. Batinku terkikik, saat menyadari aku tidak menyuguhkan makanan apa pun sejak tadi.

Satu jam berlalu, bosku masih sibuk memakan buah jeruk. Entah sudah habis berapa. Duh, Bos Koko, kok, enggak pulang-pulang, ya? Padahal, tujuan dia memintaku kembali bekerja sudah terpenuhi. Eh, apa aku usir saja? Tapi, nanti gajiku enggak jadi dinaiki sama dia. Ah, jadi serba salah, batinku sibuk sendiri, sementara mata ini terus mengawasi makhluk aneh di depan mata.

Dengan sangat telaten, Bos Koko mengupas kulit jeruknya, lalu membersihkan serat-serat halus yang menempel pada buah. Setelah yakin bersih dan memeriksa semua, baru dipisahkan satu-satu dan memakannya. Aku mendengkus dan tertawa, saat melihat dia dengan sangat cekatan mengumpulkan semua kulit jeruknya.

Menyadari keheningan, sepertinya Bos Koko mengerti kegelisahanku sejak tadi. Dia melirik beberapa kali. "Rei, kalau begitu saya pulang dulu. Jangan lupa buahnya dimakan, buat perbaikan gizi."

Aku menarik napas lega. Ini kalimat yang kutunggu sejak tadi. Eh, tunggu dulu! Ish, dia mencela atau mengejek? Apa karena tubuhku langsung, eh langsing, sampai dia mem-peringatkan hal seperti itu? Aku menggeleng lalu berkata, "Iya, Pak." Setelah itu aku berdiri dan berjalan menuju pintu, mempersilakan dia keluar.

"Kamu tunggu di dalam saja, enggak apa-apa. Saya bisa keluar sendiri, Rei," katanya kembali sibuk mengumpulkan kulit jeruk.

Aku menahan tawa. Padahal, barusan sebelnya minta ampun. "Enggak apa-apa, Pak. Saya enggak keberatan meng-antar Bapak sampai ke depan pagar. Itu kulit jeruknya mau dibawa ke mana, Pak?"

"Maaf, ya, sudah merepotkan. Ini mau saya letakkan di mobil saja. Saya membawa kotak sampah ke mana-mana dalam mobil. Nanti rumah kamu kotor, kalau saya tinggalkan."

Oh, ternyata disiplinnya bukan hanya di kantor. Di luar jam kerja pun sama saja. Baguslah! Aku mangut-mangut.

"Rei!"

"Iya, Pak?"

Kini Bos Koko sudah berdiri di tengah-tengah pintu, di dekatku. Karena dia sudah ada di sini, dengan perlahan aku menutup daun pintu. Otomatis, kakinya melangkah keluar. Biar dia cepat pulang.

"Ya, sudah. Saya pulang dulu," ucapnya sembari memakai sepatu.

"Iya, Pak. Hati-hati di jalan," kataku melipat kedua tangan di dada dan bersandar di dinding rumah.

"Kamu boleh bicara seperti itu, setelah saya berjalan menuju mobil. Ini, saya masih di sini, Rey."

Asli, aku gedek banget sama Bos Killer satu ini. Terserah aku dong mau ngomong kapan saja! Ini bukan wawasan wilayahnya. Dia lupa, sekarang lagi di rumah siapa? Meskipun hati dongkol, aku memaksakan diri untuk tersenyum, sok cute. "Hehehe. Iya, Pak."

"Ya sudah, saya pulang. Selamat siang," katanya penuh wibawa sembari melonggarkan kancing baju bagian lehernya. Dia berjalan keluar pagar, lalu tiba-tiba berhenti dan kembali menoleh. "Rei!"

Aku yang hendak masuk rumah berbalik, juga menoleh ke arahnya. Apa lagi, sih? "Iya, Pak?" tanyaku kembali sok cute.

"Kamu boleh bilang hati-hati di jalan sekarang."

Gubrak! Cuma itu ternyata. "Eh, iya. Hati-hati di jalan, Pak!" ucapku dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

"Baiklah. Terima kasih." Bos Koko berbalik dan melangkah masuk mobil.

Aku cepat-cepat masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat untuk tepuk jidat.

***

Jam menunjukkan pukul 7.30 pagi. Aku berlari memasuki halaman kantor. Sialnya, absensiku selalu gagal.

"Coba dilap dulu jempolnya. Mungkin bekas minyak, atau apa,” saran Pak David.

Di kantorku, absensinya pakai sidik jari jempol. Jadi, tidak bisa titip absensi pada teman, jika datang terlambat atau tidak masuk kerja. Aku mengelap jempol beberapa kali dengan tisu yang kuambil dari dalam tas selempang ber-warna merah. Setelah mencoba beberapa kali aku bersyukur, karena akhirnya berhasil. Secepat kilat, aku berlari masuk ruangan. Namun keadaan sepi, tidak ada satu orang pun di sini.

Aku baru ingat, ini hari Senin. Setiap hari Senin, selalu diadakan rapat para admin di lantai dasar. Ah ... kok, bisa lupa, sih? Ini kan hari pertama aku masuk kerja, setelah tiga hari menganggur di rumah. Mana yang memimpin rapat hari ini Big Bos lagi. Dia baru pulang dari Hongkong, dan rencananya akan memimpin rapat hari ini. Itu yang kutahu dari chat-ku dengan Wawan beberapa hari yang lalu.

Dengan langkah ragu, aku melongok ke lantai dasar. Semua orang sudah berkumpul di bawah. Ada 120 Admin di sana, termasuk Bos Koko yang duduk di barisan paling depan, karena dia orang kepercayaan kantor. Meskipun ragu, akhirnya aku menuruni anak tangga. Parahnya aku memakai pantofel, sehingga langkah ini terdengar nyaring.

Semua mata tertuju padaku, termasuk Big Bos dan yang lainnya. Mereka tidak berkedip. Bukan karena aku cantik atau berprestasi, melainkan karena aku terlambat menghadiri rapat hari ini.

Lihat selengkapnya