AKU BENCI MENULIS deskripsi fisik manusia saat menulis fiksi, tapi atas nama imajinasi dan kenyamanan khayal pembaca, akan aku deskripsikan sedikit tentang paras Aina.
Aina berkulit kuning langsat, tingginya rata-rata wanita Indonesia, dan berambut kurang lebih sebahu; bibirnya kecil, aku sering membayangkan duku yang baru dibelah ketika melihat bibirnya; hidungnya normal, tak mancung menjangkung, kurang pas juga disebut pesek; sudah kukatakan matanya sempurna, dua benda itu selalu mengejutkan banyak orang. Wajah wanitaku itu polos sekali sehingga Aina pantas jadi ‘si baik’ dalam drama televisi.
Seorang kawan, yang kusapa Kecere, punya teori dalam memetakan wanita menurut ‘materi’ utama mereka. Menurutnya, cuma ada tiga jenis paras wanita di mata pria, biasa saja, dapat diartikan secara harfiah atau buruk rupa dalam selera masing-masing. Binal, artinya, daya tarik seksual yang hebat–ini pun bergantung pada selera masing-masing. Dan yang terakhir adalah manis, artinya tanpa perlu banyak ‘amplas muka’ pun kebanyakan pria akan menjaga sikap di dekatnya. Biasanya banyak orang satu suara terkait kriteria ini, tak ada ‘ukuran masing-masing’. Bahkan sesama wanita pun akan memuji paras wanita jenis ini. Kriteria terakhir ini sulit ditemukan, tapi Aina terkategorikan di dalamnya.
Pendek kata, Aina adalah tipe perempuan yang jika berada di tempat umum, ekor mata para pria akan langsung bekerja.
Aku akan berhenti di sini. Sepertinya terlalu berlebihan memuji pacar sendiri. Lagi pula, aku tak ingin mendikte secara berlebihan bagaimana pembaca menggambar paras Aina dalam imajinasi mereka. Saranku, bayangkan saja gadis berambut sebahu berbadan montok dan wajahnya manis. Itulah Aina.