Tak Ada Cinta, Kecuali Jakarta

E. N. Mahera
Chapter #30

SK-07

BARU SAJA KAMI berbaring di atas kasur dan baru sekian menit Aina membaca The Old Man and the Sea. “Aku ngantuk, Mas.”

Saat itu, aku ingin Aina membaca sampai habis novel itu. Novel itu bisa menjelaskan perasaanku tentang hubungan kami. Lebih-lebih, selama Aina membaca, binatang itu terbakar api cinta di bawah perutku. Perempuan yang membaca selalu tampak menggairahkan.

Baru saja memelukku, Aina menguap lebar sekali. “Mas, aku ‘ngantuk,” katanya, manja, lalu mengangkat satu kakinya dan dilintangkan di atas kedua pahaku, sementara satu tangannya ada di perutku, memelukku, dan dadanya menekan dadaku. Saat itu, aku menahan sesuatu di dalam tubuhku agar tanganku tak ke mana-mana. Aina menguap kedua kali. “Billy, aku mau curhat,” katanya, agak mendesis, “‘Udah seminggu ini, aku nggak dikelonin pacar aku. Pacar aku sibuk mulu akhir-akhir ini. Kira-kira kamu bisa, nggak, kelonin aku? Gantiin pacar aku. Nanti aku kasih hadiah.”

Aku tertawa dan mulai membelai rambutnya. Tak lama, Aina tak bersuara lagi. Perlahan-lahan kuangkat kepalanya untuk diletakkan di atas bantal. “Hmm, nggak mau,” Aina merajuk seperti bocah.

“Ya ‘udah.” Segera rambutnya kubelai lagi.

Tak selang lama, karena lampu kamarku padam, ketika ponsel Aina yang ada di atas meja tiba-tiba menyala, ruangan terang seketika. Beberapa menit masih kubiarkan, tapi getarannya terus-terusan.

“Mbak, ada yang ‘nelpon,” kataku pelan seraya membelai pergelangannya. “Mbak, Mbak, Mbak.”

“Siapa?”

Kuletakkan kepala Aina di atas bantal dan bangkit untuk meraih ponselnya. Pada layarnya muncul gambar seorang pria berkacamata mengenakan kemeja putih dengan rambut klimis. Pria itu gagah, bentuk badannya di dalam foto terlihat bahwa ia sering mengunjungi pusat kebugaran. Wajahnya lazim, tapi aku lupa siapa. Kembali kepada Aina, kutunjukkan ponselnya, Aina buka mata sedikit, lalu menutupnya lagi. “Nggak ‘usah diangkat, Mas. Kamu sini! Tidur!”

Kuletakkan ponsel itu di ujung kasur, berbaring, dan Aina kembali memelukku. “Kelonin, lagi!” Kulaksanakan perintah, dan Aina jatuh lagi dalam mimpi. Tapi, ponsel itu menyala dan bergetar lagi.

 “Mbak, ‘udah tidur?” Kataku pelan, agak berbisik.

“Hmm?”

Lihat selengkapnya