Tak Ada Cinta, Kecuali Jakarta

E. N. Mahera
Chapter #38

Berantem

AKU BARU BANGUN sekitar jam 8 pagi dan yang muncul pertama kali di dalam pikiranku adalah pesawatku akan berangkat sebentar lagi. Aku langsung bangkit seperti orang kesetanan dan segera disambut oleh asisten rumah tangga Om Jam Tangan di ambang pintu kamar. “Mas, barusan Mbak Aina titip ini,” katanya menjulurkan sebuah tas, milikku, di dalamnya berisi pakaian dan perlengkapanku untuk berangkat.

“Kenapa nggak bangunin saya, Bu? Tadi malam kan saya minta tolong bangunin jam 7.”

“Tadi, kata Mbak Aina, biarin Mas Billy tidur sampai jam 9.”

 Aku menggeleng. Wanita itu meninggalkanku. Kuraih ponsel. (Tersambung). “Halo!” Intonasiku agak tinggi.

“Halo, Sayang, ‘udah bangun?” Kata Aina di seberang sana, suaranya lembut penuh kasih sayang.

Aku sebaliknya. “Kenapa kamu suruh bangunin aku jam 9?” Intonasiku melangit.

“Katanya kamu baru tidur sebelum subuh. Lagian masih ada waktu, Mas. Kamu bisa siap-siap di rumah Abang, aku ‘udah bawain barang-barang kamu. Langsung ke bandara dari sana ‘aja. Lagian penerbangan kamu jam 12, Mas.”

Selanjutnya kami debat, seperti biasa, tiga tahun, dan sebab pertengkaran kami masih saja soal cara memperlakukan waktu. “Mbak, aku ada janji ketemu orang nanti sore, kalau aku ketinggalan pesawat itu gimana? Kamu tahu, kalau aku bikin janji ketemu orang dan aku nggak—.” Aina sigap memotong. “Ya, ‘udah, maaf, Mas.” Aina mengalah.

Kutarik satu napas panjang agar tenang. “Makasih, ya, ‘udah nyiapin barang-barang aku. Mama gimana?”

Lihat selengkapnya