Tak Ada Cinta, Kecuali Jakarta

E. N. Mahera
Chapter #56

Sudah

ALASANKU KEMBALI KE rumah duka adalah untuk menemui beberapa pelayat penting serta menemui mama. Saat itu mama sedang sibuk di dapur mengatur ini itu; walaupun kekuatannya agak terbatas, sebagai orang dapur sejati, mama tetap turun tangan. Tanpa tedeng aling-aling, begitu di hadapan mama, aku langsung bertanya mengenai rencana pertemuan dan hubungan mama dengan Aina di belakangku, tapi mama menolak menjawabnya. Mama malah berkata, “Om mau bicara sama kamu. Cari Om sekarang!”

Aku terkejut. Sejak bocah, jika Om Jenderal ingin bertemu denganku dan meminta mama yang menyampaikannya, berarti ada kelakuanku yang membuat Om Jenderal marah. Dan saat itu aku yakin, Om Jenderal ingin bicara tentang teguran beliau sebelumnya, tentang Aina. Saat itu aku takut ditampar.

Om Jenderal sedang mengobrol dengan beberapa orang pelayat ketika aku mendapati beliau. Aku tak bicara. Hanya mematung seperti pelayan berdasi kupu-kupu di sekitar beliau sambil berharap beliau melihatku dan akan memanggilku saat selesai mengobrol. Aku sangat menghormati Om Jenderal, selain karena banyaknya jasa beliau untuk mama dan aku, wibawa beliau membuatku merasa harus tunduk padanya. Banyak orang sepakat tentang ini. R. bahkan takut menatap mata atau berlama-lama di dekat beliau. Aina belum sempat kuperkenalkan kepada Om Jenderal, dan Aina memang takut bertemu Om Jenderal, katanya, “Cuma dari cerita kamu, aku ‘udah takut duluan ketemu Om kamu, Mas.”

Kurang lebih 10 menit. Om Jenderal mendekatiku, “Ayo ‘ngobrol di pendopo belakang!”

Di pendopo, tempat aku dan Om Jam Tangan biasanya bermain catur, Om Jenderal langsung duduk dan menyuruhku duduk di sampingnya. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Aku takut sekali ditampar.

“Kamu bawa korek?” Kata Om Jenderal.

Kuserahkan korek dengan dua tangan. Tak lama asap berembus keluar dari mulut Om Jenderal. Aku tetap diam. Aku bahkan tak pernah berani merokok di depan Om Jenderal.

“Pacarmu nggak datang ke sini?”

Lihat selengkapnya